The Alien - Link Select

Ahad, 9 Jun 2013

HAJI SIDI SYEIKH Dr. KADIRUN YAHYA???



Menapak Tilas Kesaktian Haji Sidi Syeikh Kadirun Yahya Pendiri dan Rektor Panca Budi yang unik ini adalah seorang yang unik juga. Prof. DR. Haji Sidi Syeikh Kadirun Yahya M.Sc, seorang Naqsyabandiyah yang mempunyai murid banyak di beberapa wilayah Nusantara. (Martin Van Bruinessen, Tarekat Naqsabandiyah di Indonesia, Penerbit Mizan, Bandung, 1996, hal. l48).

Kadirun Yahya lahir tahun 1917 di Pangkalan Brandan, Sumatera Utara. Pada usia muda ia tinggal cukup lama di Pulau Jawa, yaitu Yogyakarta dan Magelang, tempat ia menuntut ilmu pada sekolah Belanda (sekolah Mulo) dan AMS.

Ia pernah lama tinggal bersama keluarga seorang Pendeta Belanda dan sempat menjadi asisten sang Pendeta, malahan beberapa kali menggantikannya dalam tugas menguraikan khutbah di Gereja. Dan ia belajar juga tentang agama, aliran kepercayaan, metafisika dan ilmu ghaib lainnya. (Jawa Tengah, pada dasawarsa 1930 an itu, memang sangat kaya akan aneka aliran mistisisme dan kebatinan, aliran teosofi, yang cukup berpengaruh pada waktu itu).

Setelah selesai belajar di Jawa Tengah, Kadirun mengaku pernah tinggal satu dua tahun di Negeri Belanda dan mempelajari ilmu kimia, tetapi tahun 1941 --Belanda saat itu diduduki Jerman-- ia kembali ke Indonesia dan menetap di Sumatera Utara . (Martin Van Bruinessen, Tarekat Naqsabandiyah di Indonesia, Penerbit Mizan, Bandung, 1996, hal. l50).

Tidak lama setelah pulang ke Sumatera, ia untuk pertama kalinya berhubungan dengan tarekat Naqsyabandiyah. Syeikh Syahbuddin dari Sayur Matinggi (Tapanuli Selatan) mengajarkan dasar-dasar tarekat ini. Pada tahun 1947, Kadirun nikah dengan putri Syeikh Haji Jalaluddin. Melalui mertuanya, yang kediamannya di Bukit Tinggi merupakan tempat pertemuan syeikh-syeikh tarekat, Kadirun akhirnya berkenalan dengan Syeikh yang kelak menjadi guru utamanya, Syeikh Muhammad Hasyim Buayan. (Martin Van Bruinessen, Tarekat Naqsabandiyah di Indonesia, Penerbit Mizan, Bandung, 1996, hal. l48).

Dalam waktu yang singkat, Syeikh Hasyim mengangkat Kadirun menjadi Khalifahnya (tahun 1950) dan dua tahun kemudian menyatakan sebagai Syeikh sepenuhnya dengan gelar "Sidi Syeikh". Bagi para muridnya Syeikh Kadirun adalah ayah dan Syekh Yasin adalah kakek. (Martin Van Bruinessen, Tarekat Naqsabandiyah di Indonesia, Penerbit Mizan, Bandung, 1996, hal. l51).

Tahun-tahun Kadirun mulai muncul sebagai guru muda tarekat Naqsabandiyah, merupakan juga tahun-tahun mertuanya sangat giat mengembangkan organisasi PPTI (Partai Poltik Tarekat Islam, pen.). Syeikh Haji Jalaluddin berusaha mengkoordinasi semua guru tarekat dalam wadah ini, termasuk menantunya, yang memang pernah menjadi anggotanya juga. Tetapi hubungan mertua dan menantu cepat menjadi tegang. Menurut Syeikh Kadirun, konflik sudah mulai terasa sekitar tahun 1950 dan disebabkan oleh karena Syeikh Haji Jalaluddin terlalu terang-terangan mengungkapkan segala seluk beluk tarekat kepada siapa saja. Kemudian belakangan Kadirun menuduh mertuanya bahwa ia tidak pemah menerima ijazah dari Syeikh Ali Ridia seperti diakuinya, melainkan mengambil semua pengetahuannya tentang tarekat dari buku saja.

Sumber konflik lain, tentu saja, adalah ambisi kedua tokoh tarekat ini. Sejak menjadi syeikh pada tahun 1952, Syeikh Kadirun mulai melantik khalifah banyak sekali; dalam rentang lima tahun pertama jumlahnya sudah mencapai tiga puluh, dan kemudian setiap tahun bertambah 5 sampai 20 orang. Dan menurut catatan kaki dalam buku tersebut, tgl 10 Oktober 1975, jumlah khalifah sudah mencapai 195. (Martin Van Bruinessen, Tarekat Naqsabandiyah di Indonesia, Penerbit Mizan, Bandung, 1996, hal. l51).

Kadirun Yahya diangkat oleh Syeikh Hasyim menjadi khalifah Naqsabandiyah tahun 1950. Menjelang Syeikh Hasyim wafat pada tahun 1954 beliau sudah secara diam-diam menurunkan dan mewariskan segala ilmunya kepada Syeikh Kadirun, begitu juga sekalian pusaka yang beliau terima dari Jabal Kubis, Statuten, bendera-bendera kerasulan serta pusaka-pusaka lainnya termasuk cincin kesayangan.

"Akhirnya Syeikh Hasyim wafat, dan keluarga serta murid-muridnya bertangisan. Tetapi lebih kurang empat jam kemudian ia bangun lagi dan menyuruh orang mencari Syeikh Kadirun. Ketika dia datang, sang guru berkata, 'Aku tadi telah meninggal empat jam, tetapi aku permisi pada Tuhan Allah untuk hidup kembali agak sebentar, karena ada lagi yang lupa yang belum aku turunkan pada anak'. Beberapa hari lagi setelah ilmu terakhir ini diturunkan, sang guru berpulang ke rahmatullah." Ini merupakan keanehan ke-6 yang diceriterakan oleh murid-muridnya. (Martin Van Bruinessen, Tarekat Naqsabandiyah di Indonesia, Penerbit Mizan, Bandung, 1996, hal. l54).

Masih pada buku yang sama, halaman 155-156, dikatakan, "Kalimat Allah, yaitu ayat-ayat Al Qur'an, mengandung tenaga tak terhingga, tenaga nuklir pun belum apa-apa dibandingkan dengan tenaga llahi ini. Kebesaran dari pada Kalimat-kalimat Allah itu, untuk menyambut dan menghancurkan sekaligus, akan ancaman-ancaman bahaya maut bagi umat manusia seperti tersebut di atas! Kalau bukit-bukit dapat dilebur oleh ayat Al Hasyr 21. Dan kalau bukit-bukit dapat dibelah dengan ayat Ar Ra'du 31, pasti apa saja bisa dilebur oleh Kalimah-kalimah Allah yang Maha Agung, termasuk senjata-senjata atom dan nuklir dari negara-negara super power, sehingga bahaya 'kalimat' yang didatangkan oleh tenaga atom dan nuklir dapat dimusnahkan sama sekali…"

"Tetapi bagaimana metode untuk mengeluarkan tenaga tak terhingga dari Kalimah Allah?Disini letak rahasia dan kehebatan tarekat dan fungsi kunci seorang guru murysid pembawa wasilah. Caranya kata Prof. Syeikh Kadirun, adalah dengan mempergunakan frekuensi yang dimiliki Rohani Rasulullah yang hidup di sisi Allah. Huwal Awwalu wal Akhiru, frekuensi mana terdapat melalui frekuensi dari pada Rohani para Ahli silsilah termasuk Rohani Mursyid, sehingga dengan memakai frekuensi itu Rohani kita detik itu juga dapat hadir pada Allah SWT dan kemudian baru berdzikir, dengan baru pula menegakkan shalat. Dengan suatu kiasan fisika lainnya, tenaga Allah adalah ibarat listrik, dan wasilah, penghantar atau saluran manusia dan Allah melalui Mursyid dan Silsilahnya, serupa kawat listrik."

Untuk tujuan-tujuan tertentu ia memakai sebuah tongkat seperti tongkat Nabi Musa. Dengan tongkat ini ia dapat langsung memusatkan energi Ilahi ke arah obyek yang ditunjukkannya; ia bisa mematikan yang hidup dan menghidupkan yang mati. Untuk tujuan-tujuan lain, air atau batu krikil kecil yang sudah disalurkan padanya Kalimah Allah dapat dipakai sebagai kondensator yang berisi energi Ilahi yang sama. Tentu saja bukan sembarang yang bisa membuat air Tawajuh atau batu sijil tersebut. Itu hanya dapat dilakukan oleh seorang Syeikh Kamil Mukammil, yang sudah meninggal, yaitu Syeikh yang rohaninya sudah mencapai frekuensi sama dengan frekuensi Nur Muhammad yang ada di sisi Allah SWT.

Air Tawajuh tentu bisa dipakai untuk mengobati segala penyakit. Dan menurut pengakuan umum, pengobatan Syeikh Kadirun cukup berhasil. Tetapi sang Syeikh pernah mengaku memakai air dan krikil untuk tujuan spektakuler. Ketika gunung Galunggung meletus dan menimbulkan banyak kerusakan, tahun 1982, Syeikh Kadirun dimintai tolong untuk mengatasi bencana alam ini. Segenggam batu sijjil yang dilemparkan dari sebuah helikopter ke bawah gunung Galunggung, ternyata cukup untuk menghentikan letusannya. Waktu masih ada pemberontakan komunis di Malaysia, Syeikh Kadirun pernah dimintai tolong oleh Datuk Hamzah Abu Sammah, Menteri pertahanan negara tetangga ini untuk membasminya, setelah segala cara lain gagal. Air dan kerikil yang diisi Kalimatullah, sekali lagi ditebarkan dari udara dengan helikopter, berhasil menumpas gerombolan pemberontak di hutan rimba.

Air tawajuh Syeikh Kadirun pernah pula dipakai dalam perang Irak-Iran: selama beberapa tahun, Duta Besar Irak terus meminta bantuan Syeikh Kadirun, dan pada masa itu pasukan Irak memang maju terus.

Baru setelah Duta Besar Irak tersebut digantikan dengan seorang yang tidak percaya pada hal-hal paranormal, Iran mulai meraih kemenangan. Pembebasan kota Kuds (Yerussalem) yang begitu banyak dibicarakan, sebetulnya merupakan masalah sederhana, asal orang Palestina mau memanggil Syeikh Kadirun dan membiayai jasanya ilmu ini bukanlah barang murahan (Not. Kasus-kasus penerapan energi Kalimah Allah ini diceriterakan kepada penulis buku Tarekat Naqsabandiyah di Indonesia, oleh Syeikh Kadirun sendiri dalam wawancara pada tgl 3-11-1986, lihat catatan kaki no.38, hal.l57). (jaka kelana/ bbs)




"TIDAK KU JADIKAN JIN DAN MANUSIA MELAINKAN UNTUK BERIBADAH KEPADA-KU"