Suatu hari, di depan Rasulullah saw Abu Bakar menceritakan seorang sahabat yang amat rajin ibadatnya. Ketekunannya menakjubkan semua orang. Tapi Rasulullah tak memberikan komentar apa-apa. Para sahabat keheranan. Mereka bertanya-tanya, mengapa Nabi tak menyuruh sahabat yang lain agar mengikuti sahabat ahli ibadat itu. Tiba-tiba orang yang dibicarakan itu lewat di hadapan majelis Nabi. Ia kemudian duduk di tempat itu tanpa mengucapkan salam. Abu Bakar berkata kepada Nabi, “Itulah orang yang tadi kita bicarakan, ya Rasulallah.” Nabi hanya berkata, “Aku lihat ada bekas sentuhan setan di wajahnya.”
Nabi lalu mendekati orang itu dan bertanya, “Bukankah kalau kamu datang di satu majelis kamu merasa bahwa kamulah orang yang paling salih di majelis itu?” Sahabat yang ditanya menjawab, “Allahumma, na’am. Ya Allah, memang begitulah aku.” Orang itu lalu pergi meninggalkan majelis Nabi.
Setelah itu Rasulullah saw bertanya kepada para sahabat, “Siapa di antara kalian yang mau membunuh orang itu?” “Aku,” jawab Abu Bakar.
Abu Bakar lalu pergi tapi tak berapa lama ia kembali lagi, “Ya Rasulallah, bagaimana mungkin aku membunuhnya? Ia sedang ruku’.”
Nabi tetap bertanya, “Siapa yang mau membunuh orang itu?” Umar bin Khaththab menjawab, “Aku.” Tapi seperti juga Abu Bakar, ia kembali tanpa membunuh orang itu, “Bagaimana mungkin aku bunuh orang yang sedang bersujud dan meratakan dahinya di atas tanah?” Nabi masih bertanya, “Siapa yang akan membunuh orang itu?” Imam Ali bangkit, “Aku.” Ia lalu keluar dengan membawa pedang dan kembali dengan pedang yang masih bersih, tidak berlumuran darah, “Ia telah pergi, ya Rasulullah.” Nabi kemudian bersabda, “Sekiranya engkau bunuh dia. Umatku takkan pecah sepeninggalku….” Dari kisah ini pun kita dapat mengambil hikmah: Selama di tengah-tengah kita masih terdapat orang yang merasa dirinya paling salih, paling berilmu, dan paling benar dalam pendapatnya, pastilah terjadi perpecahan di kalangan kaum muslimin. Nabi memberikan pelajaran bagi umatnya bahwa perasaan ujub akan amal salih yang dimiliki adalah penyebab perpecahan di tengah orang Islam. Ujub menjadi penghalang naiknya manusia ke tingkat yang lebih tinggi. Penawarnya hanya satu, belajarlah menghinakan diri kita.
Seperti yang dinasihatkan Bayazid Al-Busthami kepada santrinya.
Selasa, 1 Februari 2011
Langgan:
Catatan (Atom)