Jumaat, 28 Disember 2012
Selasa, 4 Disember 2012
ISLAM, IMAN DAN IHSAN ???
Mencapai tahap Makrifatullah (mengenal Allah) sehingga kita bisa menyembah Allah yang Maha Nyata dengan benar bukanlah persoalan yang mudah, memerlukan proses yang panjang, sekian banyak pengorbanan dan tentu saja harus ada pemandu jalan sehingga tidak tersesat. Kalau hanya sekedar menyembah Allah Yang Maha Gaib, meyakini bahwa Allah ada dan Dia mengetahui apa yang kita perbuat, itu tidak memerlukan Guru secara khusus, pelajaran-pelajaran seperti itu akan mudah kita dapatkan dimana saja, baik lewat ceramah di mesjid maupun lewat buku-buku yang jumlahnya sangat banyak.
Ada 3 hal penting dalam hubungan manusia dengan Allah yaitu Iman, Islam dan Ihsan. Rukun Iman dan Rukun Islam telah kita pelajari sejak kecil dan tentu saja esensi Iman dan Islam itu tidak bisa dipelajari dengan begitu saja. Disana ada faktor keyakinan dan keyakinan itu ada dalam hati. Itulah sebabnya ada orang yang begitu mahir pengetahuan tentang Islam tetapi dia tidak sampai ke tahap Iman, tidak menjadi muslim sepenuhnya. Artinya orang yang mempunyai pengetahuan banyak tentang Agama Islam (contohnya orientalis) belum tentu dia meyakini bahwa Islam sebagai agama yang paling benar. Kemudian ada juga orang yang pengetahuan Islamnya pas-pasan atau ala kadarnya, karena dia terlahir dari orang tua Islam maka dia meng-imani Islam dengan sepenuh hati. Ketika agamanya direndahkan maka jiwanya akan terpanggil untuk membelanya.
Dalam keseharian dia tidak pernah melaksanakan shalat 5 waktu dan puasa Ramadhan pun sering bolong-bolong, tapi kalau Nabi nya dihina, agamanya direndahkan maka nyawapun mau dijadikan taruhan untuk membela agamanya. Kenapa? Karena dalam hatinya telah tertanam keimanan dan kecintaan kepada Agama.
Kalau dia kemudian belajar Agama Islam lebih dalam maka rasa cintanya semakin dalam dan fanatisme nya semakin tumbuh dan terkadang kalau tasfir Agama yang di dapat salah maka tanpa sadar dia menjadi ekstrim masuk kepada kelompok-kelompok garis keras yang hanya fokus kepada Nahi Munkar.
Kemudian ada orang yang dasar pengetahuan agamanya bagus, kemudian dia belajar agama islam ke negara-negara sekuler yang disana Agama hanya semata-mata sebagai ilmu dan tidak dibahas dari sudut keimanan. Mengkaji islam dari segi ilmu dan memisahkan dengan keimanan ini dikenal sebagai Islam Liberal. Positifnya kita akan lebih realistis memandang agama, tidak hanya sebagai dogma semata tapi melihat dari sudut pandang ilmiah. Kekurangannya adalah tanpa sadar kita mengkritik nilai-nilai yang sudah baku dalam agama dan tentu saja menyakitkan bagi sebagian besar ummat Islam dan tentu saja tidak semua dalam agama itu bisa dikaji oleh akal. Kalau sekedar hanya memakai akal maka akan kita temui hal-hal aneh dalam ibadah agama sebagai contoh, kita akan aneh melihat orang keliling ka’bah, sebuah bangunan batu, apalagi ada kewajiban mencium Batu Hitam, dimana letak ilmiahnya? Tapi itulah Agama, Tuhan memerintahkan manusia dengan tujuan tertentu dan akal tidak akan bisa menjangkaunya.
Pilar ke-3 yang paling penting dalam hubungan dengan Allah adalah Ihsan, ilmu yang secara khusus menjelaskan hubungan manusia dengan Allah. Kalau Islam dan Iman ada rukunnya maka Ihsan tidak memiliki rukun, disana hanya ada rasa. “Shalatlah engkau seolah-olah melihat Tuhan dan jika engkau belum melihat Tuhan maka yakinlah Tuhan melihat dirimu”. Dalam sebuah tafsir lain kata “seolah-olah” itu bermakna juga “sebenar-benarnya”, jadi “Shalatlah kamu dengan sebenar-benarnya melihat Tuhan” maka sambungan kalimat akan menjadi benar yaitu “Jika engkau belum sebenar-benarnya melihat Allah maka yakinlah Allah melihat dirimu”.
Saya disini tidak membahas tentang apakah Tuhan bisa dilihat atau tidak karena nanti kalau saya bahas panjang lebar akan terjadi perdebatan panjang yang tidak ada gunanya. Bagi saya Tuhan itu Nyata dan Dia disembah dengan nyataNya. Kita disuruh mengingat Allah, coba fikir dalam-dalam, bisakah kita mengingat sesuatu yang tidak pernah dilihat? Bisakah kita mengingat sesuatu yang abstrak, tidak terfikirkan? Itu hal hal yang sangat mustahil. Maka ketika seseorang mencapai tahap Marifatullah maka dia bisa mengingat karena sudah melihat dengan mata bathinnya.
Cara yang paling mudah untuk mengenal dan menjumpai Allah bukan dengan membaca tapi dengan mendekati orang yang telah pernah berjumpa dengan Allah. Siapakah orang yang telah pernah berjumpa dengan Allah? Tentu saja Beliau adalah Rasulullah SAW, kekasih-Nya, penutup para Nabi.
Nabi Muhammad SAW telah lama wafat, lalu bagaimana cara kita berguru kepada Beliau? Dengan cara berguru kepada orang yang pernah berjumpa dengan Rasulullah SAW yaitu para sahabat-sahabat Beliau yang sangat memahami Beliau. Karena sahabat telah tiada maka berguru kepada orang yang pernah berjumpa langsung dengan sahabat, seterusnya sambung menyambung sampai kepada Ulama yang mempunyai jalur keguruan (Tali Silsilah) bersambung langsung dengan Rasulullah SAW sehingga ilmu yang kita terima tanpa keraguan sedikitpun.
Membaca Al-Qur’an, hadist dan buku-buku agama itu sangat bagus, tapi harus disadari bahwa kita tidak cukup hanya dengan membaca saja, kita tidak akan pernah bisa berjumpa dengan Allah lewat bacaan karena bacaan hanya sampai kepada otak/akal fikiran sedangkan akal fikiran bersifat baharu (berubah), bagaimana mungkin yang baharu bisa sampai kepada Qadim (Allah)? Semakin banyak kita membaca maka akan semakin banyak bantahan-bantahan yang keluar dari akal kita, dan akal meyakini bahwa Allah bisa dijumpai semasa kita hidup di dunia ini karena memang hanya sampai disitu saja kemampuan akal.
Allah SWT dengan sifat-Nya yang Pengasih dan Penyayang mengutus sekian banyak Nabi dan Rasul dengan tujuan agar manusia bisa mengenal dan menjumpai-Nya setiap saat, mendengar suara-Nya yang Agung dan bisa memandang wajah-Nya yang Maha Indah. Salah satu sifat Allah adalah Kalam (berkata) dan Dia akan berkata-kata sampai akhir zaman, diperlukan telinga bathin yang terlatih untuk bisa mendengarkan kata-kata-Nya yang Agung, diperlukan mata bathin yang tajam untuk bisa memandang wajah-Nya yang Mulia dan diperlukan hati yang telah disucikan agar bisa merasakan kehadiran-Nya setiap saat.
Semoga Allah SWT berkenan memperkenalkan kepada kita seorang kekasih-Nya, orang yang dekat dengan-Nya yang bisa membimbing kita mengenal-Nya dengan baik dan bisa mendekatkan diri kepada-Nya dengan cara yang dikehendaki-Nya. Lewat bimbingan kekasih-Nya itulah kita akan bisa masuk menyeluruh kedalam Iman, Islam dan Ihsan secara sempurna.
Amin ya Rabbal ‘Alamin.
Selasa, 20 November 2012
REKAAN KULIT KITAB ISLAM???
KITAB SUNNAH NABI-HADIS2 NABI HIMPUNAN SHEIKUL HADIS BUKHAIR DAN MUSLIM DLL.
KITABULLAH... AL-QUR'ANUL KARIIM ---
KITAB FADHILAT AMAL- KARANGAN MAULANA MUHAMMAD ZAKARIA RAH. ALAIHI...
REKAAN KULIT OLEH IMAM MUHAMMAD JIBRIL B.A
Isnin, 19 November 2012
Ahad, 18 November 2012
KEBEBASAN BERAGAMA DI MALAYSIA???
MALAYSIA
Perlembagaan membenarkan kebebasan beragama. Perkara 11 menyatakan, “Tiap-tiap orang
berhak menganuti dan mengamalkan agamanya,” tetapi perkara ini juga memberi kuasa kepada
kerajaan-kerajaan negeri dan persekutuan untuk “mengawal atau menyekat pengembangan apaapa doktrin atau kepercayaan agama di kalangan orang yang menganuti agama Islam.” Perkara 3
dalam Perlembagaan menyatakan bahawa, “Islam ialah agama bagi Persekutuan” dan “Parlimen
boleh melalui undang-undang membuat peruntukan-peruntukan bagi mengawal selia hal ehwal
agama Islam.” Perkara 160 dalam Perlembagaan mentakrifkan orang Melayu sebagai seseorang
yang menganuti agama Islam. Mahkamah sivil biasanya menyerahkan kuasa kepada mahkamah
Syariah bagi kes-kes berkaitan keluar daripada agama Islam, dan mahkamah Syariah pula
enggan membenarkan sesiapa keluar daripada agama Islam. Undang-undang dan dasar-dasar
lain mengenakan beberapa sekatan terhadap kebebasan beragama.
Sepanjang tempoh laporan ini, tiada sebarang perubahan dari segi status menghormati kebebasan
beragama oleh Kerajaan. Kerajaan mengekalkan senarai rasmi 56 ajaran yang dianggap “sesat”
dan mengancam keselamatan negara. Kerajaan boleh menahan orang Islam yang menyimpang
daripada ajaran asas Ahli Sunnah Waljamaah dan diwajibkan menjalani “pemulihan” di pusatpusat yang mengajar dan menguatkuasakan amalan-amalan Islam yang dibenarkan pihak
kerajaan. Umumnya, orang Islam tidak boleh keluar daripada agama Islam untuk menganut
agama lain secara sah tetapi penganut agama lain boleh menganut agama Islam. Pegawaipegawai di peringkat persekutuan dan negeri memantau kegiatan agama Islam, dan mereka
kadang-kadang mempengaruhi kandungan khutbah, menggunakan masjid untuk menyampaikan
mesej politik, dan menghalang imam-imam tertentu daripada berucap di dalam masjid. Kerajaan
mengekalkan dua sistem perundangan, di mana mahkamah Syariah mempunyai kuasa ke atas
isu-isu agama dan kekeluargaan yang melibatkan orang Islam, dan mahkamah sekular
mempunyai kuasa ke atas isu-isu lain berkaitan penduduk keseluruhan. Dasar-dasar kerajaan
menggalakkan Islam mengatasi agama-agama lain. Kumpulan agama minoriti umumnya bebas
mengamalkan kepercayaan mereka; tetapi beberapa tahun kebelakangan ini, ramai telah
menyuarakan kebimbangan bahawa sistem mahkamah sivil secara beransur-ansur menyerahkan
bidang kuasa kepada mahkamah Syariah, terutama dalam hal-hal berkaitan undang-undang
keluarga yang melibatkan pertikaian di antara orang Islam dan bukan Islam. Penganut agama
minoriti terus menghadapi sekatan dalam menzahirkan agama mereka dan mendakwa berlaku
pencabulan hak-hak harta. Kerajaan mengehadkan pengedaran bahan-bahan agama Kristian
berbahasa Melayu di semenanjung Malaysia dan melarang pendakyahan agama lain kepada
orang Islam oleh orang bukan Islam.Terdapat sedikit laporan penganiyaan atau diskriminasi masyarakat berdasarkan pertalian,
kepercayaan atau amalan agama.
Kerajaan A.S. berbincang tentang kebebasan beragama bersama Kerajaan Malaysia sebagai
sebahagian daripada dasarnya menggalakkan hak asasi manusia secara menyeluruh. Wakil-wakil
Kedutaan mengekalkan dialog yang aktif dengan para pemimpin dan wakil kumpulan-kumpulan
agama, termasuk mereka yang tidak diiktiraf secara rasmi oleh Kerajaan Malaysia.
Bahagian I. Demografi Agama
Negara Malaysia mempunyai kawasan 127,000 batu persegi dan penduduk berjumlah 27.7 juta.
Menurut bancian tahun 2000, 60 peratus daripada penduduk mengamalkan agama Islam; 19
peratus agama Buddha; 9 peratus agama Kristian; 6 peratus agama Hindu; dan 3 peratus
Konfusianisme, Taoisme, dan kepercayaan-kepercayaan tradisi kaum Cina lain. Kumpulan
agama minoriti lain termasuk animisme, Sikh dan Baha’i. Orang Melayu beragama Islam
merangkumi lebih kurang 55 peratus daripada jumlah penduduk. Tiga daripada lima parti politik
utama adalah berlandaskan bangsa dan agama. Majoriti penganut Kristian tinggal di negerinegeri di timur Malaysia iaitu Sabah dan Sarawak.
Bahagian II. Status Kebebasan Beragama
Kerangka Undang-undang/Dasar
Perlembagaan membenarkan kebebasan beragama. Perkara 11 menyatakan “tiap-tiap orang
berhak menganuti dan mengamalkan agamanya,” tetapi perkara ini juga memberi kuasa kepada
kerajaan-kerajaan negeri dan persekutuan untuk “mengawal atau menyekat pengembangan apaapa doktrin atau kepercayaan agama di kalangan orang yang menganuti agama Islam.” Undangundang membenarkan orang ramai atau pertubuhan menyaman kerajaan bagi pencabulan
perlembagaan dalam kebebasan beragama. Tetapi mahkamah persekutuan lazimnya
menyebelahi kerajaan dalam perkara-perkara yang berkaitan dengan agama Islam. Perkara 3
menyatakan “Islam ialah agama bagi Persekutuan” dan bahawa “Parlimen boleh melalui undangundang membuat peruntukan-peruntukan bagi mengawal selia hal ehwal agama Islam.” Perkara
160 Perlembagaan mentakrifkan orang Melayu sebagai seseorang yang menganuti agama Islam.
Mahkamah sivil umumnya menyerahkan bidang kuasa kepada mahkamah Syariah dalam kes-kes
yang berkaitan dengan keluar daripada agama Islam, dan mahkamah Syariah pula enggan
membenarkan sesiapa keluar daripada agama Islam. Perlembagaan mengenalpasti raja-raja sebagai “Ketua Agama Islam” di negeri mereka masing-masing. Undang-undang dan dasardasar lain meletakkan beberapa sekatan dalam kebebasan beragama.
Masjid-masjid ditadbir di peringkat negeri, dan bukan oleh Kerajaan Persekutuan. Pihak
berkuasa agama negeri melantik imam masjid dan memberikan garis panduan bagi kandungan
khutbah.
Kerajaan tidak mengiktiraf perkahwinan di antara pasangan Islam dan bukan Islam.
Pihak berkuasa negeri mentadbir undang-undang Syariah melalui mahkamah Syariah yang
mempunyai bidang kuasa ke atas semua orang Islam. Undang-undang Syariah dan sejauh mana
penguatkuasaannya berlainan di antara negeri. Kerajaan negeri mengenakan undang-undang
Islam ke atas orang Islam dalam beberapa hal-hal budaya dan sosial tetapi lazimnya tidak
mencampuri amalan keagamaan masyarakat bukan Islam; tetapi perdebatan berterusan tentang
memasukkan unsur-unsur undang-undang Syariah seperti khalwat (berdua-duaan di antara lelaki
dan perempuan yang bukan muhrim), ke dalam undang-undang sivil. Pegawai penguatkuasa
agama mempunyai kuasa untuk menyerbu premis-premis persendirian serta tempat-tempat
awam. Kerajaan tidak menyediakan maklumat jumlah serbuan yang dibuat oleh pegawai
penguatkuasa agama. Mahkamah Syariah tidak memberikan pertimbangan sama rata terhadap
testimoni wanita. Beberapa pertubuhan bukan kerajaan yang memajukan hak-hak wanita
mengadu bahawa golongan wanita tidak menerima layanan adil mahkamah Syariah dalam halhal berkaitan perceraian dan hak penjagaan anak.
Pindaan Kanun Jenayah adalah prerogatif eksklusif Kerajaan Persekutuan. Walaupun
bertentangan dengan undang-undang persekutuan, kerajaan negeri Kelantan dan Terengganu
menjadikan murtad, iaitu keluar daripada agama Islam untuk menganut agama lain, satu
kesalahan yang membawa kepada hukum bunuh. Tiada siapa telah disabitkan atau dihukum di
bawah undang-undang ini, kerana undang-undang ini tidak boleh dikuatkuasakan. Di peringkat
nasional, orang Islam yang mahu menukar agama hendaklah terlebih dahulu meminta kebenaran
daripada mahkamah Syariah untuk mengisytiharkan mereka “murtad.” Ini secara langsung
melarang penukaran agama bagi orang Islam kerana mahkamah Syariah jarang membenarkan
permintaan tersebut dan boleh mengenakan hukuman ke atas si murtad.
Pada bulan April 2009, seorang menteri di Jabatan Perdana Menteri mengumumkan beliau mahu
melaksanakan undang-undang Islam yang satu bagi menggantikan undang-undang Islam yang
berbeza-beza di antara negeri.Kerajaan menyediakan bantuan kewangan kepada institusi keagamaan Islam tetapi bantuan
kewangan yang lebih terbatas kepada masyarakat bukan Islam.
Pada bulan Januari 2009, kerajaan negeri Selangor di bawah pemerintahan Pakatan Rakyat,
memperuntukkan RM6 juta (US$1.7 juta) bagi tempat ibadat orang bukan Islam. Kerajaan
persekutuan memperuntukkan RM428 (US$125.9) juta bagi membina tempat ibadat orang Islam,
dan RM8.1 juta (US$2.4 juta) bagi membina tempat ibadat orang Kristian, Buddha, Hindu dan
kumpulan agama minoriti lain di antara tahun 2005 dan 2008.
Kerajaan meraikan Hari Raya Puasa, Hari Raya Qurban, Maulud Nabi, Awal Muharram, Hari
Wesak, Deepavali, Thaipusam, dan Krismas sebagai hari kelepasan am. Good Friday diraikan
secara rasmi di Malaysia Timur.
Semasa laporan ini dibuat, kerajaan negeri di Kelantan, yang dipimpin oleh Parti Islam SeMalaysia (PAS) mengekalkan larangan ke atas teater tarian Melayu asli, larangan ke atas iklan
wanita yang tidak menutup aurat, dan penguatkuasaan pemakaian tudung ke atas wanita, dan
denda ke atas mereka yang melanggar peraturan-peraturan ini. Kod pakaian di Kelantan
menghendaki wanita Islam memakai pakaian yang hanya mendedahkan muka dan tangan
mereka. Peraturan ini juga menghendaki wanita bukan Islam mengelak daripada memakai
pakaian yang “seksi atau tidak sopan.” Mereka yang melanggar kod pakaian ini boleh didenda
sehingga RM500 (US$146). Para pemimpin hak asasi wanita dan Menteri Pembangunan
Wanita, Keluarga dan Masyarakat mengkritik peraturan tersebut yang terlalu menekan. Pihak
berkuasa juga menghendaki lelaki dan wanita membuat barisan berasingan di pasar raya dan
mengenakan denda ke atas pasangan yang duduk terlalu dekat di kawasan awam seperti di
bangku taman. Pada akhir bulan Jun 2008, di Kota Bharu, ibu negeri Kelantan, pihak berkuasa
bandar mengeluarkan risalah dan kenyataan am yang menggalakkan wanita Islam tidak memakai
kasut tumit tinggi, gincu berwarna terang, atau tudung yang jarang, bagi “menjaga maruah
mereka dan mengelakkan daripada dirogol.”
Pendaftar Pertubuhan, di bawah Kementerian Hal Ehwal Dalam Negeri, menentukan sama ada
sesebuah pertubuhan agama itu boleh didaftarkan untuk layak menerima bantuan kewangan dan
faedah-faedah lain daripada Kerajaan. Pihak Pendaftar tidak mempunyai dasar yang konsisten
untuk mengenalpasti pelbagai pertubuhan agama ataupun kriteria yang digunakan untuk
membuat penentuan tersebut. Pihak Kerajaan enggan mengiktiraf pelbagai pertubuhan agama, dan untuk memastikan supaya pertubuhan ini dapat bergiat secara sah, kumpulan-kumpulan
tersebut telah mendaftarkan pertubuhan mereka bawah Akta Syarikat. Antara contoh termasuk
Jehovah’s Witnesses dan Church of Jesus Christ of Latter-day Saints (Mormon). Pendaftaran di
bawah Akta Syarikat memberikan perlindungan dari segi kebebasan beragama seperti yang
dinikmati oleh kumpulan-kumpulan lain di negara ini tetapi tidak layak mendapat bantuan
kewangan Kerajaan.
Kerajaan negeri mempunyai kuasa ke atas pembinaan tempat ibadat bukan Islam dan peruntukan
tanah perkuburan bukan Islam. Kedua-dua Kerajaan di peringkat pusat dan negeri sering
melengah-lengahkan kebenaran untuk membina atau mengubahsuai tempat ibadat bukan Islam
sementara agak cepat membenarkan pembinaan masjid, menurut pertubuhan-pertubuhan bukan
kerajaan tempatan.
Kerajaan terus menghendaki semua kakitangan kerajaan Islam menghadiri kelas agama yang
dibenarkan, dan beberapa agensi kerajaan memberi tekanan kepada wanita bukan Islam supaya
memakai skarf kepala semasa menghadiri majlis rasmi.
Sekolah kerajaan umumnya menawarkan pendidikan agama Islam yang wajib bagi semua kanakkanak Islam; pelajar-pelajar bukan Islam pula diwajibkan mengambil kelas moral dan etika. Di
sekolah rendah dan menengah, perhimpunan pelajar selalunya bermula dengan bacaan doa oleh
guru atau ketua pelajar. Sekolah persendirian bebas untuk menawarkan kurikulum agama bukan
Islam sebagai pilihan kepada orang bukan Islam. Tiada sekatan bagi pembelajaran di rumah.
Kerajaan menawarkan geran hanya kepada sekolah persendirian Islam yang setuju membenarkan
kawalselia Kerajaan dan menerima pakai kurikulum yang diluluskan oleh Kerajaan.
Kad pengenalan negara memberi identiti orang Islam dengan cetakan jelas di atas permukaan
kad, tetapi bagi penganut agama lain yang dikenalpasti, agama mereka dikodkan ke dalam cip
pintar kad pengenalan mereka dan tidak dicetak dengan jelas. Orang Islam juga hendaklah
membawa kad pengenalan diri bergambar bersama pasangan mereka sebagai bukti perkahwinan.
Kerajaan menggunakan kad ini untuk menentukan warga mana yang tertakluk kepada peraturan
Syariah, terutamanya khalwat. Khalwat adalah kesalahan jenayah di bawah Syariah dan boleh
dihukum dua tahun penjara, denda RM3,000 (US$940) atau kedua-duanya sekali. Pihak
penguatkuasa agama boleh melakukan serbuan ke atas hotel dan bar untuk menangkap orang
Islam yang berpakaian kurang sopan, meminum arak, atau berdua-duaan di antara lelaki dan
wanita bukan muhrim dan mendakwa mereka di bawah undang-undang Syariah.Pada bulan Ogos 2008, Jabatan Agama Islam Selangor (JAIS) mengeluarkan 100 saman kepada
pengunjung dan pekerja Islam kerana meminum arak apabila ia menyerbu sebuah pub di sebuah
hotel di Selangor. Pesalah diarahkan datang ke pejabat JAIS untuk program kaunseling. Pihak
yang terlibat di dalam industri pelancongan mengkritik serbuan ini kerana mendatangkan
ketakutan.
Sekatan ke atas Kebebasan Beragama
Kerajaan menguatkuasakan sekatan perundangan yang ada ke atas kebebasan beragama secara
pilih kasih.
Kerajaan mengharamkan 56 ajaran yang dianggap sebagai “sesat” di dalam Islam, dengan
berpendapat ajaran “sesat” ini membahayakan keselamatan negara dan boleh memecah belahkan
masyarakat Islam. Kumpulan yang diharamkan termasuk Ahmadiyyah, Ismailiah, Syiah, dan
Baha’i. Jabatan Kemajuan Islam Malaysia membuat garis panduan persekutuan tentang apa
yang dikatakan kelakuan atau kepercayaan yang “sesat.” Pihak berkuasa negeri lazimnya
menurut garis panduan ini dalam memutuskan hal-hal yang berkaitan dengan perkara tersebut.
Dengan kebenaran mahkamah Syariah, Kerajaan boleh menangkap dan menahan anggota
kumpulan “sesat” bagi “pemulihan” ke “jalan sebenar Islam.”
Pada bulan November 2008, Kerajaan mengumumkan ia mengawasi kumpulan Qadiani, satu
cabang gerakan Ahmadiyah yang sudah aktif sejak empat tahun lepas. JAIS mengisytiharkan
kumpulan itu sesat kerana mempunyai doktrin Islam yang berbeza dengan tafsiran rasmi. Di
antara perbezaannya, Qadiani percaya pengikutnya hendaklah mengerjakan Haji di India.
Kerajaan memberi amaran kepada pengikut kumpulan tersebut yang ia akan mengambil tindakan
tegas ke atas mereka; bagaimanapun tiada tindakan diambil sepanjang masa laporan dibuat.
Menurut kumpulan agama dan NGO tempatan, proses kebenaran bagi permit membina tempat
ibadat kadang-kadang mengambil masa yang lama. Kumpulan agama minoriti juga melaporkan
kerajaan negeri kadang-kadang menggunakan sekatan zon dan peraturan pembinaan bagi
menghalang pembinaan atau pengubahsuaian tempat ibadat orang bukan Islam.Pihak berkuasa tempatan kadang-kadang merobohkan tempat ibadat bukan Islam, di antaranya
ada yang berusia lebih 100 tahun, terletak di tanah kerajaan atau tanah ladang yang ditukar bagi
pembangunan. Bagaimanapun, dalam beberapa kes kerajaan negeri memperuntukkan tanah di
tempat lain dan menampung kos pembinaan tempat ibadat baru.
Sekumpulan tujuh orang asli yang memeluk agama Kristian menyaman kerajaan Kelantan
selepas pihak berkuasa negeri merobohkan sebuah gereja yang terletak di tanah yang dihuni oleh
orang asli pada bulan Januari 2008. Kes ini masih tertunggak pada akhir laporan ini.
Menurut Majlis Perunding bagi Agama Buddha, Kristian, Hindu, Sikh dan Tao Malaysia
(MPBKHSTM), kerajaan mengehadkan visa bagi ahli agama Islam dan bukan Islam di bawah
umur 40 tahun untuk mengelakkan daripada “ahli agama militan” memasuki negara. Walaupun
wakil kumpulan bukan Islam tidak duduk di dalam jawatan kuasa imigrasi yang meluluskan
permintaan visa, cadangan MPBKHSTM diambil kira dalam kebanyakan kes.
Mahkamah Syariah tidak pernah mengiktiraf penukaran agama orang Melayu daripada Islam
kepada agama lain. Satu-satunya penukaran yang diiktiraf semasa laporan dibuat adalah bagi
wanita yang dulunya memeluk Islam kerana berkahwin tetapi mahu kembali kepada agama asal
selepas perkahwinan mereka dibubarkan. Pada 19 Mac 2009, Mahkamah Rayuan Syariah
mengekalkan keputusan Mahkamah Syariah Negeri Pulau Pinang yang membenarkan Tan Ean
Huang untuk kembali kepada agama Buddha, walaupun ditentang oleh majlis agama Islam
negeri. Tan memohon menukar agama pada tahun 2006 selepas ditinggalkan oleh suami
berbangsa Iran yang beragama Islam.
Tiada perbincangan tentang melindungi individu yang mahu keluar daripada agama Islam.
Anggota keluarga bukan Islam, termasuk pasangan dan kanak-kanak, kehilangan semua hak-hak
ke atas pewarisan dalam kes terbabit. Penilaian semula mahkamah berdasarkan kes bagi status
agama kanak-kanak di bawah umur di mana salah seorang ibu bapa atau penjaga masuk Islam
dan seorang lagi tidak, cenderung memihak kepada penjaga beragama Islam.
Kerajaan mengharamkan dan merampas bahan-bahan agama yang didapati menyeleweng atau
menghina. Semasa laporan dibuat, Kerajaan telah mengharamkan 57 buah buku bertemakan
agama, termasuk Muslim Women and the Challenge of Islamic Extremism (Wanita Islam dan
Cabaran Ektremisme Islam), oleh Norani Othman, pengasas bersama Sisters In Islam (SIS), sebuah pertubuhan bukan kerajaan tempatan yang memperjuangkan hak asasi wanita. Pihak
berkuasa kastam merampas enam judul buku kanak-kanak Kristian yang mengandungi perkataan
yang dianggap eksklusif untuk agama Islam. Penggunaan perkataan “Allah” (Tuhan),
“Baitullah” (Rumah Tuhan), dan “Solat” (sembahyang) dihadkan penggunaannya bagi orang
Islam oleh Bahagian Kawalan Penerbitan dan Teks Al-Quran di bawah Kementerian Dalam
Negeri yang mendakwa perkataan-perkataan ini di bawah bidang kuasa masyarakat Islam.
Pada bulan November 2008, Majlis Fatwa Kebangsaan mengeluarkan arahan mengharamkan
orang Islam daripada mengamalkan Yoga, dengan mendakwa unsur-unsur Hindu dalam Yoga
boleh merosakkan minda dan kepercayaan orang Islam.
Pada bulan Oktober 2008, Majlis Fatwa Kebangsaan mengeluarkan fatwa mengharamkan
“tomboi,” atau perempuan yang berlagak dan berpakaian seperti lelaki, kerana melanggar hukum
Islam dan menggalakkan homoseksualiti. Di bawah fatwa ini, perempuan tidak boleh berambut
pendek atau berpakaian, berjalan, dan berlagak seperti lelaki. Fatwa ini sah di sisi undangundang, walau bagaimanapun penguatkuasaannya bergantung kepada pihak berkuasa Islam di
setiap negeri.
Walaupun amalannya berbeza di antara negeri ke negeri, kedua-dua pihak Kerajaan dan
pembangkang PAS cuba menggunakan masjid di negeri yang mereka perintah untuk
menyampaikan mesej berbaur politik. Pada tahun-tahun kebelakangan ini, beberapa negeri yang
dikawal oleh parti Barisan Nasional (BN) mengharamkan imam yang mempunyai pertalian
dengan pembangkang daripada bercakap di masjid, dan menguatkuasakan sekatan sedia ada ke
atas kandungan khutbah, menggantikan pemimpin dan jawatankuasa pentadbir masjid yang
dianggapkan bersimpati kepada pembangkang, dan mengancam untuk merobohkan masjid haram
yang mempunyai pertalian dengan pembangkang. Seperti Kerajaan BN, Kerajaan negeri yang
dikawal pembangkang di Kelantan juga dilaporkan menyekat imam yang mempunyai pertalian
dengan parti BN daripada bercakap di masjid sepanjang tempoh laporan ini.
Hanya orang Melayu, yang semuanya dianggap orang Islam oleh undang-undang, dan orang
bukan Islam tertentu di Sabah boleh menjadi ahli pertubuhan United Malays National
Organization (UMNO) yang menjadi tunggak parti pemerintah.
Kerajaan terus memantau kegiatan-kegiatan minoriti kecil golongan Syiah.Kerajaan mengehadkan pengedaran terjemahan Kitab Bible berbahasa Melayu dan bahan
bercetak lain di semenanjung Malaysia, serta pita Kristian. Sejak tahun 2005, satu dasar yang
dilaksanakan oleh Perdana Menteri menghendaki Kitab Bible berbahasa Melayu dicetak dengan
perkataan “Bukan untuk Orang Islam” di kulit hadapan dan hanya boleh diedarkan di gereja dan
kedai buku Kristian. Pengedaran bahan-bahan Kristian berbahasa Melayu tidak menghadapi
banyak kesulitan di Malaysia Timur.
Pada bulan April 2009, JAIS membuat laporan polis ke atas video Youtube yang didakwa
menghina Islam. Kandungan video menunjukkan seorang lelaki sujud menyembah sekeping
ayat Quran, dan mempersendakan panggilan azan.
Pada bulan Mac 2009, Kerajaan mengeluarkan kembali larangan ke atas penggunaan perkataan
“Allah” di dalam Kitab Bible dan penerbitan Kristian yang lain. Sebagai tindak balas kepada
pertikaian perundangan di antara Kerajaan dan Gereja Katolik, sepuluh buah negeri
mengeluarkan fatwa mengharamkan perkataan “Allah” bagi penggunaan selain untuk agama
Islam.
Pada bulan Disember 2009, Kementerian Dalam Negeri memperbaharui permit percetakan
tahunan bagi Catholic Herald, sebuah akhbar mingguan Gereja Katolik Malaysia, dengan tiga
syarat: berhenti menerbitkan bahagian bahasa Melayu (bahasa kebangsaan), mengehadkan jualan
di tempat kepunyaan Gereja Katolik, dan mencetak penafian di muka hadapan yang menyatakan
akhbar ini dikhususkan untuk orang Kristian. Kerajaan kemudian membatalkan lesen akhbar
tersebut berikutan kritikan daripada Majlis Agama Islam negara kerana membenarkan Gereja
Katolik terus menggunakan perkataan “Allah.” Herald terus menggunakan perkataan Allah
untuk Tuhan, sepertimana yang digunakan oleh Gereja Katolik di negara ini lebih 400 tahun.
Gereja Katolik pertama kali memfail saman terhadap Kerajaan pada bulan Februari 2008, selepas
Menteri Keselamatan Dalam Negeri cuba melarang Gereja Katolik daripada menggunakan
perkataan Allah. Kerajaan mendakwa rujukan kepada Allah oleh orang Kristian dan di dalam
penulisan agama Kristian boleh mengelirukan masyarakat Islam dan menarik mereka kepada
agama Kristian. Prosiding mahkamah diteruskan pada akhir laporan ini.Penyalahgunaan Kebebasan Beragama
Pada bulan Oktober 2008, Kerajaan mengharamkan Barisan Bertindak Hak-hak Hindu
(HINDRAF), sebuah pertubuhan tidak berdaftar yang memayungi pelbagai badan bukan
kerajaan bagi kepentingan kaum India. Walaupun bukan organisasi keagamaan, HINDRAF
berjuang untuk menangani tanggapan peminggiran kaum India oleh pihak Kerajaan, termasuk
perobohan beberapa kuil Hindu. Waytha Moorthy, pengarah HINDRAF, berada di luar negeri
kerana takut ditahan apabila dia kembali ke negara. Kerajaan menggunakan Akta Keselamatan
Dalam Negeri (ISA) untuk menahan lima orang pemimpin HINDRAF pada bulan Disember
2007, dengan mendakwa penglibatan mereka dalam menganjurkan bantahan bulan sebelumnya
memporak perandakan kesejahteraan di antara kaum dan mengancam keselamatan negara.
Kerajaan membebaskan dua orang lelaki pada bulan April 2009 dengan syarat ketat, termasuk
tidak mengambil bahagian dalam sidang akhbar, tidak meninggalkan kawasan kediaman mereka
tanpa kebenaran polis, dan sentiasa melaporkan diri kepada pihak polis. Tiga lagi banduan
HINDRAF yang menolak menerima syarat-syarat ini kekal ditahan di bawah ISA tetapi akhirnya
dilepaskan pada bulan Mei 2009.
Pada bulan April 2009, Kerajaan mengumumkan rancangan untuk memindahkan 29 kuil Hindu
di dalam dan di sekitar Kuala Lumpur ke lokasi pilihan. Kerajaan mengeluarkan notis 30 hari
kepada penjaga kuil untuk berpindah ke lokasi baru sebelum kuil sedia ada dirobohkan.
Kebanyakan struktur ini sudah dibina di atas ladang persendirian sebelum kemerdekaan.
Mahkamah Syariah di peringkat negeri boleh mengarahkan individu yang mahu keluar daripada
agama Islam atau mereka yang menganut kepercayaan ajaran “sesat” untuk dimasukkan ke pusat
pemulihan agama. Kerajaan menafikan individu kebebasan untuk keluar dari pusat terbabit
sehingga mereka menghabiskan program pemulihan. Kerajaan tidak mengeluarkan statistik
jumlah mereka yang dimasukkan ke pusat pemulihan agama semasa laporan ini dibuat.
Pada akhir laporan dibuat, pihak berkuasa agama terus mencari Ayah Pin dan seorang daripada
isterinya, anggota utama Kerajaan Langit, sebuah kumpulan agama bukan keganasan yang
diharamkan di Terengganu. Pada bulan Disember 2008, laporan media menyebut Ayah Pin
sudah kembali ke Malaysia tetapi Kerajaan tidak bersetuju dan menyatakan dia masih berada di
Thailand. Pada bulan Jun 2008, JAIS menahan seorang lelaki yang mendakwa sebagai “utusan
dari langit” dan sudah hidup “lebih dari 3,000 tahun.” Lelaki ini menggunakan rumahnya
sebagai tempat berhimpun pengikut-pengikutnya.Tiada laporan tentang tahanan atau banduan yang ditahan kerana agama di dalam negara.
Penukaran Agama Secara Paksa
Terdapat laporan kanak-kanak di bawah umur yang masuk Islam dalam kes di mana salah
seorang ibu bapa secara rela masuk agama Islam dan menukar agama anak tanpa kebenaran
seorang lagi ibu bapa bukan Islam. Mahkamah Syariah selalunya mengekalkan penukaran
agama kanak-kanak di bawah umur walaupun mendapat bantahan salah seorang ibu bapa.
Kerajaan selalunya tidak bertindak untuk menghalang penukaran agama tersebut.
Pada bulan April 2009, M. Indira Ghandi melaporkan suaminya yang telah berpisah, K.
Patmanathan, menukarkan agama tiga anak mereka yang berumur satu hingga 12 tahun secara
paksa kepada Islam tanpa pengetahuannya pada bulan Mac dengan membawa surat beranak
mereka ke jabatan agama negeri di Ipoh, Perak. Ghandi hanya menyedari penukaran agama itu
selepas mahkamah Syariah di Ipoh memberitahunya keputusan mahkamah membenarkan
penukaran agama dan memberikan hak penjagaan anak-anak kepada suaminya. Dia merayu
keputusan mahkamah di mahkamah sivil. Berikutan bantahan awam, Kerajaan Persekutuan
mengumumkan pada bulan April 2009 bahawa jika seorang pasangan masuk Islam, anak-anak
akan mengikut kepercayaan yang kedua-dua ibu bapa telah bersetuju pada masa perkahwinan.
Kerajaan juga menyatakan mahkamah sivil adalah tempat yang sepatutnya untuk membubarkan
perkahwinan apabila salah seorang pasangan memeluk Islam. Pejabat Peguam Negara diarahkan
mengkaji semula dan mencadangkan perubahan kepada undang-undang sedia ada untuk
mengelakkan kerumitan masa depan apabila seorang pasangan masuk Islam. Persatuan Peguampeguam Mahkamah Syariah Malaysia dan kumpulan Islam lain mengkritik tindakan Kerajaan,
menyifatkannya sebagai “campur tangan dalam bidang perundangan” yang “mengancam
kebebasan mahkamah.” Pada bulan Jun 2008, Persidangan Raja-Raja, satu badan perlembagaan
kanan, memutuskan untuk mendapatkan pandangan daripada majlis agama negeri sebelum
membuat keputusan ke atas cadangan pindaan undang-undang pertukaran agama.
Tiada laporan penukaran agama kanak-kanak di bawah umur warga Amerika secara paksa yang
diculik atau diambil secara tidak sah dari Amerika Syarikat, atau keengganan membenarkan
warga tersebut kembali ke Amerika Syarikat.Bahagian III. Status Penghormatan Masyarakat kepada Kebebasan Beragama
Terdapat sedikit laporan penganiayaan atau diskriminasi masyarakat berdasarkan pertalian,
kepercayaan, atau amalan agama.
Pemeluk baru agama, terutamanya mereka yang keluar daripada Islam, mungkin menghadapi
stigma yang teruk. Dalam banyak kes, pemeluk baru agama menyorokkan kepercayaan dan
amalan yang baru dianut daripada penganut agama dahulu mereka, termasuk rakan taulan dan
saudara mara.
Teks anti-semitik, termasuk buku The Protocol of the Elders Zion (Protokol Pendeta Yahudi),
mudah didapati di kedai-kedai jalanan dan kedai buku di seluruh negara.
Kerajaan kadang-kadang menyekat perbincangan awam tentang isu agama kontroversi seperti
kebebasan beragama, penukaran agama kanak-kanak di bawah umur, dan dialog di antara agama.
Bahagian IV. Dasar Kerajaan A.S.
Kerajaan A.S. membincangkan kebebasan beragama dengan Kerajaan Malaysia sebagai
sebahagian daripada dasarnya untuk menggalakkan hak asasi manusia menyeluruh.
Wakil kedutaan mengekalkan dialog yang aktif dengan para pemimpin dan wakil pelbagai
kumpulan agama, termasuk mereka yang tidak secara rasmi diiktiraf oleh Kerajaan. Progam
kedutaan termasuk lawatan ke Amerika Syarikat bagi pendidik Islam dan lawatan untuk member
syarahan ke Malaysia oleh pemimpin masyarakat Islam Amerika. Kerajaan A.S. juga
membiayai geran masyarakat sivil dan geran program pertukaran bagi wakil pertubuhan bukan
kerajaan yang berkhidmat untuk menggalakkan tolak ansur agama, menghormati kepelbagaian,
hak asasi manusia, dan keterbukaan di dalam negara.
Khamis, 25 Oktober 2012
SOLAT DALAM QUR'AN???
Solat menurut al-Qur’an
Solat umat Islam dikatakan telah diajar oleh Rasul. Maka ia adalah Sunnah Rasul. Para ulama tidak pernah mengakui bahawa solat adalah “Sunnah” Allah, iaitu suatu amalan yang diajar Allah melalui Kitab-Nya, al-Qur’an. Sebaliknya mereka selalu berkata "Manakah ada cara bersolat di dalam al-Qur’an!"
Kertas ini menjawab soalan tersebut. Di dalam jawapan ini, segala keterangan dirujuk kepada al-Qur’an sahaja, dan keterangan yang akan dikemukakan akan menyinggung perasaan kerana bercanggah dengan amalan solat biasa umat Islam. Segala hujah yang dikemuka bukanlah untuk buktikan umat telah tersilap, tetapi sekadar untuk menyatakan apa yang terkandung di dalam al-Qur’an mengenai solat, di samping menjawab cabaran ulama tadi.
Nama dan Waktu
Penjelasan dimulakan dengan memperihalkan nama bagi tiap-tiap solat. Terdapat hanya tiga nama solat di dalam al-Qur’an, iaitu Solat Fajar (24:58), Solat Isyak (24:58), dan Solat Wusta, atau solat yang di tengah (2:238). Tiga nama solat ini tunjukkan waktunya juga. Waktu-waktunya dijelaskan lagi dengan sebuah ayat lain berbunyi:
"Dan lakukanlah solat pada dua tepi siang, dan awal malam." (11:114)
Solat yang pada waktu tepi siang pertama ialah solat fajar, sementara solat wusta, atau solat yang di tengah, pada tepi siang yang kedua. Solat yang dilakukan pada awal malam itu ialah solat isyak.
Perkataan "wusta" ingin diperjelaskan lagi di sini. Ia bermakna "di tengah", dan menurut pendapat saya, maksudnya adalah waktu yang di tengah di antara siang dan malam, atau cahaya dan gelap. Waktu yang pendek ini dikenali umum sebagai waktu maghrib. Oleh kerana al-Qur’an menjelaskan sendiri, maka waktu solat wusta selanjutnya dijelaskan dengan sebuah ayat berbunyi:
"Lakukanlah solat dari terbenam matahari hingga kegelapan malam" (17:78).
Lantas, waktu solat wusta adalah dari terbenam matahari hingga kegelapan malam, iaitu di tepi siang yang kedua.
Tiada kaitan
Walaupun nama-nama lain yang lazim digunakan untuk solat, seperti Zuhur, Asar, Maghrib dan Subuh, tercatat di dalam al-Qur’an, namun mereka tidak dikaitkan dengan solat, atau waktu solat. Umpamanya nama "maghrib", ia bukan sahaja bukan nama solat, tetapi juga bukan nama waktu. Ia sebenarnya adalah suatu arah, iaitu barat, seperti yang ditunjukkan pada ayat Allah berbunyi "Kepunyaan Allah Timur dan Barat" (2:115)
Zuhur pula di dalam al-Qur’an adalah waktu berehat pada tengah hari, apabila pakaian ditanggalkan. Firman-Nya,
"Wahai orang-orang yang percaya, hendaklah mereka yang tangan-tangan kanan kamu miliki, dan mereka di antara kamu yang belum cukup umur, meminta izin kepada kamu tiga kali - sebelum solat fajar, dan apabila kamu menanggalkan pakaian kamu pada waktu zuhur, dan selepas solat isyak - tiga kali aurat (penelanjangan) bagi kamu." (24:58)
Sementara "asar" di dalam al-Qur’an bermaksud "masa" atau "waktu" dan tiada kaitan dengan solat seperti yang terdapat pada ayat yang berbunyi "Demi masa! Sesungguhnya manusia dalam kerugian," (103:1-2)
Bukan sahaja tidak disebut nama solat maghrib, atau solat zuhur, atau solat asar di dalam al-Qur’an, tetapi juga, turut tidak disebut adalah nama "solat subuh". Subuh dan fajar, seperti nama dan sebutan bunyinya yang berlainan, adalah dua masa atau waktu yang berlainan. Waktu subuh adalah sebelum fajar, iaitu waktu akhir malam. Perkataan ‘subuh’ terdapat pada ayat-ayat 11:81, 74:34, 81:18 dan 100:3, dan didapati tiada kaitan dengan solat langsung.
Ditentukan
Solat hendaklah dilakukan pada waktu-waktu yang Allah tentukan, seperti arahan-Nya yang berbunyi:
"Sesungguhnya waktu solat adalah dikitabkan (ditentukan) bagi orang-orang mukmin." (4:103)
Tiada terdapat pula satu ayat pun di dalam al-Qur’an yang membolehkan solat itu dilakukan pada waktu yang bukan waktunya, seperti mengqadarkannya atau menjamakkannya. Walau dalam keadaan apapun solat hendaklah dikerjakan. Ayat yang berikut menjelaskannya:
"Jika kamu dalam ketakutan, maka sambil berjalan kaki, atau menunggang. Apabila kamu telah aman, ingatlah akan Allah sebagaimana Dia telah mengajar kamu apa yang kamu tidak tahu." (2:239)
Seperkara lagi, daripada ayat tersebut, umat diingatkan supaya lakukan solat seperti yang diajar oleh Tuhan - segala ajaran Tuhan terkandung di dalam al-Qur’an.
Rakaat
Cara solat di dalam al-Qur’an adalah senang serta mudah diubah menurut keadaan dan keikhlasan diri. Umpamanya bilangan rakaat. Ia tidak disebut sama sekali di dalam al-Qur’an, dan dengan ini ia beri peluang kepada umat untuk menunjukkan keikhlasan dalam lakukan solat mereka, sama ada untuk memanjangkan atau memendekkannya.
Wuduk
Mengenai wuduk pula (perkataan "wuduk" tidak disebut di dalam al-Qur'an), hanya empat bahagian anggota badan yang terlibat, iaitu muka, tangan, kepala, dan kaki. Ini dijelaskan dengan ayat yang berikut:
"Wahai orang-orang yang percaya, apabila kamu berdiri untuk solat, basuhlah muka kamu, dan tangan kamu hingga siku, dan sapulah kepala kamu, dan kaki kamu hingga pergelangan kaki. Jika kamu dalam junub, bersihkanlah diri kamu; tetapi jika kamu sakit, atau dalam perjalanan, atau jika salah seorang antara kamu datang dari tandas, atau kamu menyentuh perempuan, dan kamu dapati tiada air, maka bertayamumlah dengan debu tanah yang baik, dan sapulah muka kamu, dan tangan kamu dengannya. Allah tidak hendaki untuk buat sebarang kesulitan bagi kamu, tetapi Dia hendaki untuk membersihkan kamu, dan supaya Dia menyempurnakan rahmat-Nya ke atas kamu, supaya kamu berterima kasih." (5:6)
Ayat ini telah juga disebut oleh Rasul, dan baginda tidak mungkin menambah bahagian-bahagian anggota yang lain dalam wuduk kerana jika baginda buat demikian maka Allah akan membunuhnya. Firman-Nya
"Sekiranya dia (Muhammad) ada-adakan terhadap Kami sebarang ucapan, tentu Kami mengambilnya dengan tangan kanan, kemudian pasti Kami memotong urat jantungnya." (69:43-46)
Kiblat
Kiblat menurut al-Qur’an ialah Masjidil Haram, yang di tengahnya terletak Kaaba. Rasul sendiri telah mencari-carinya dahulu lalu Allah tunjukkan kepadanya melalui ayat yang berikut:
"Kami lihat kamu membalik-balikkan wajah (muka) kamu ke langit; sungguh Kami akan palingkan kamu kepada kiblat yang kamu berpuas hati. Maka palingkanlah muka kamu ke arah Masjidil Haram; dan di mana sahaja kamu berada, palingkanlah muka kamu ke arahnya. Orang-orang yang diberi al-Kitab mengetahui bahawa itu adalah yang benar daripada Pemelihara mereka; Allah tidak lalai daripada apa yang mereka mengerjakan." (2:144)
Pakaian
Pakaian untuk solat adalah yang baik atau cantik kerana ketika itu umat berhadapan serta berkomunikasi dengan Penciptanya. Malahan, Allah telah menyuruh ambil perhiasan di setiap masjid, yang bermaksud tempat sujud. Dan sujud dilakukan juga dalam solat. Firman-Nya,
"Wahai Bani Adam, ambillah perhiasan kamu di setiap masjid" (7:31).
Berkomunikasi
Solat adalah suatu cara istimewa dalam interaksi dengan Allah kerana ia dimulakan dengan membersihkan bahagian-bahagian anggota badan yang tertentu. Satu daripada tujuan umat berkomunikasi dengan-Nya adalah untuk memohon pertolongan. Firman-Nya:
"Kamu mohonlah pertolongan dalam kesabaran dan solat...." (2:45)
Mohonlah kepada-Nya. Sebaik-baik permohonan adalah menurut apa yang diajar-Nya di dalam al-Qur’an.
Solat bukan sahaja masa untuk memohon pertolongan tetapi juga suatu masa untuk mengingati-Nya. Ini dijelaskan dengan sebuah ayat lain berbunyi
"Dan lakukanlah solat untuk mengingati aku." (20:14)
Bahasa
Bahasa bukanlah satu isu dalam menyembah Tuhan. Dia tidak pernah mengarahkan bahasa Arab dijadikan bahasa pengantar dalam solat untuk semua kaum. Sebaliknya, Dia melarang lakukan solat jika apa yang diucapkan di dalamnya tidak difahami. Firman-Nya:
"Wahai orang-orang yang percaya, janganlah mendekati solat apabila kamu sedang mabuk sehingga kamu mengetahui apa yang kamu ucapkan," (4:43)
Setelah dilarang mengerjakan solat apabila segala yang diucap tidak difahami dan seseorang itu terus bersolat juga, maka apakah hukumnya? Ingin diingatkan di sini bahawa Iblis telah jadi kafir setelah mengingkari hanya satu (sahaja) perintah Allah!
Suara
Nada suara dalam solat tidaklah terlalu tinggi dan tidak pula terlalu rendah tetapi di pertengahan, dan ini adalah untuk semua solat. Firman-Nya:
"Dan janganlah kamu melantangkan dalam solat kamu, dan jangan juga mendiamkannya, tetapi carilah kamu satu jalan di antara yang demikian itu." (17:110)
Seru
Solat dimulakan dengan menyeru Nama-Nya, seperti Allah, atau Ar-Rahman (Yang Pemurah) atau mana-mana nama-Nya yang indah yang diajar di dalam al-Qur’an (nama Allahu Akbar tiada di dalamnya). Firman Allah:
"Katakanlah, ‘Serulah Allah, atau serulah Yang Pemurah; apa sahaja yang kamu seru, bagi-Nya nama-nama yang paling baik.’ Dan janganlah kamu melantangkan dalam solat kamu, dan jangan juga mendiamkannya, tetapi carilah kamu satu jalan di antara yang demikian itu." (17:110)
Ayat yang menyusulinya menetapkan apa yang harus diucap selepas seruan itu, iaitu:
"Dan katakanlah, ‘Segala puji bagi Allah yang tidak ambil seorang anak, dan yang tidak ada sebarang sekutu dalam kerajaan, dan tidak juga sebarang wali (pelindung) daripada kerendahan diri.’" (17:111)
Bacaan
Bacaan di dalam Solat boleh dipetik daripada mana-mana ayat yang sesuai yang berjumlah dengan banyak di dalam al-Qur’an. Pilihan adalah berdasarkan keperluan dan selera sendiri kerana solat adalah suatu alat perhubungan yang amat peribadi antara hamba dan Pemeliharanya.
Sebagai contoh, ayat yang lazim diucapkan umat Islam pada permulaan solat mereka berbunyi "Inna solati wanusuki wamahyaaya wamamaati lillaahi rabbil aalamiin" yang bermakna, "Sesungguhnya solatku, dan ibadahku, dan hidupku, dan matiku, untuk Allah, Pemelihara semesta alam". Ini sebenarnya adalah ayat 6:162 di dalam al-Qur’an.
Akan tetapi, di dalam al-Qur’an ayat tersebut bermula dengan kata "qul" atau "katakanlah", iaitu "Qul inna solati wanusuki..." atau "Katakanlah, ‘Sesungguhnya solatku, dan ibadahku ...."
tinggalkan kata "qul" atau "katakanlah" pada ayat ini di dalam solat adalah wajar kerana ketika itu umat bercakap dengan-Nya. Mahukah kita menyuruh Dia dengan "Katakanlah ..."?
Justeru itu, pada ayat-ayat lain seperti "Qul a’udzu birabbin naas ...." (Surah 114) yang bermaksud "Katakanlah, ‘Aku berlindung kepada Pemelihara manusia ....’", atau "Qul huwal laahu ahad ..." (Surah 112) yang bermakna "Katakanlah, ‘Dialah Allah yang satu ...", haruslah ditinggalkan qulnya juga kerana meninggalkannya adalah amat munasabah.
Akulah Allah
Sesetengah pihak mendakwa bahawa solat adalah masa untuk membaca al-Qur’an. Ini tidak benar, kerana amalan mengerjakan solat dan membaca al-Qur’an adalah dua perintah Tuhan yang berlainan, seperti yang disebut di dalam ayat 73:20. Seterusnya ada juga orang yang mendakwa bahawa mana-mana ayat al-Qur’an boleh dibaca dalam solat. Ini juga tidak benar. Sebagai contoh, bolehkah dibaca ayat al-Qur’an yang berikut di dalam solat:
"Sesungguhnya Akulah Allah; tidak ada tuhan melainkan Aku; maka sembahlah Aku, dan lakukanlah solat untuk mengingati aku." (20:14)
Mahukah diucap kata-kata tersebut kepada Allah, walaupun ia ayat al-Qur’an?
Laku
Berdiri, rukuk (tunduk) dan sujud disebut berulang kali di dalam al-Qur’an. Bagaimana seseorang itu menyesuaikan diri dengannya adalah keputusannya yang paling baik untuk dirinya. Begitu juga dengan bacaan bagi tiap-tiap laku, terpulanglah kepada individu untuk memilih ayat-ayat yang bermakna lagi wajar dalam solatnya. Mungkin boleh dipersoalkan bagaimana orang-orang yang berikut, iaitu orang-orang yang telah dijanjikan Allah dengan janji yang baik, lakukan solat mereka? Firman-Nya:
"Sesungguhnya orang-orang yang percaya, dan orang-orang Yahudi, dan Kristian, dan Sabiin, sesiapa percaya kepada Allah dan Hari Akhir, dan buat kerja-kerja kebaikan, maka upah mereka adalah di sisi Pemelihara mereka, dan tiadalah ketakutan pada mereka, dan tidaklah mereka bersedih." (2:62)
Apa yang ingin dibaca semasa tunduk (rukuk) misalnya, bolehlah ambil teladan daripada Nabi Daud yang memohon ampun semasa tunduk:
“Dan Daud sangka bahawa Kami mengujinya; maka dia meminta ampun kepada Pemeliharanya dan dia jatuh, tunduk, dan dia berkesesalan” (38:24).
Atau semasa sujud, ambillah pengajaran daripada ayat-ayat di bawah ini:
2:58. Dan apabila Kami berkata, "Masuklah bandaraya ini, dan makanlah dengan senang daripadanya di mana sahaja kamu kehendaki, dan masuklah pada pintu gerbang dengan bersujud, dan katakanlah, 'Tidak membebankan'; Kami akan mengampuni kamu atas pelanggaran-pelanggaran kamu, dan menambahkan kepada orang-orang yang buat baik."
7:120-121. Dan ahli-ahli sihir lemparkan diri, bersujud. Mereka berkata, "Kami percaya kepada Pemelihara semua alam,
17:107-108. Katakanlah, "Percayalah kepadanya, atau tidak percayai; orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya, apabila dibacakan kepada mereka, jatuh di atas dagu-dagu mereka dengan bersujud, Dan berkata, 'Pemelihara kami disanjung! Janji Pemelihara kami dilakukan.'
25:64-65. Yang melalui malam dengan bersujud kepada Pemelihara mereka, dan berdiri. Yang berkata, "Wahai Pemelihara kami, Engkau palingkanlah daripada kami azab Jahanam; sesungguhnya azabnya adalah penderitaan yang paling ngeri,
32:15. Orang-orang yang percayai ayat-ayat Kami hanyalah yang apabila mereka diperingatkan dengannya jatuh bersujud, dan mereka menyanjung dengan memuji Pemelihara mereka,
50:40. Lafazlah sanjungan-Nya pada malam hari, dan pada hujung-hujung sujud.
Akhir
Seperti mana-mana seruan kepada-Nya, solat diakhiri dengan memuji Allah. Pujian kepada-Nya berbunyi "Alhamdulil lahi rabbil alamin" atau "Segala puji bagi Allah, Pemelihara semua alam." Ini diketahui daripada ayat-Nya yang berbunyi:
"Dan akhir seruan mereka, ‘Segala puji bagi Allah, Pemelihara semua alam.’" (10:10)
Dan Kata-Nya lagi, "Dan Dia, Allah; tidak ada tuhan melainkan Dia. Bagi-Nya segala pujian pada permulaan dan akhir, dan bagi-Nya juga Putusan, dan kepada-Nya kamu akan dikembalikan." (28:70)
Larangan
Satu lagi larangan yang ketara dalam solat (selain ucapan yang tidak difahami) yang termaktub di dalam al-Qur’an ialah menyeru, atau menyebut, mana-mana nama yang selain daripada Nama-Nya. Hanya Nama Allah disebut di dalam solat. Ini difahamkan daripada ayat yang berikut berbunyi:
"Masjid-masjid adalah kepunyaan Allah; maka janganlah seru, berserta Allah, sesiapa pun." (72:18)
Penutup
Banyak telah diperkatakan mengenai solat menurut ajaran Tuhan di dalam al-Qur'an di sini. Tentulah ia didapati bertentangan dengan ajaran para ulama yang menyatakan solat mereka datang dari Rasul atau sunnahnya. Walhal, di dalam kelima-lima kitab hadis terbesar di dunia mereka, tidak terdapat keperincian dalam lakukan solat seperti yang diajar kepada umat. Yang terdapat hanyalah beberapa hadis Nabi mengenai solat yang tidak diamalkan oleh mereka yang juga tidak diajar kepada umat Islam yang menuruti mereka dengan taat.
Rabu, 24 Oktober 2012
Ahad, 21 Oktober 2012
AL-INSYIRAH 1-8 ???
Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?
dan Kami telah menghilangkan daripadamu bebanmu
yang memberatkan punggungmu?
Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama) mu.
Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.
Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain,
dan hanya kepada Rabbmulah hendaknya kamu berharap".
(Al-Insyirah-As-Syarh 94 : 1-8)
“Have We not expanded thee thy breast?. And removed from thee thy burden. The which did gall thy back? And raised high the esteem (in which) thou (art held)? So, verily, with every difficulty, there is relief. Verily, with every difficulty there is relief. Therefore, when thou art free (from thine immediate task), still labour hard, And to thy Lord turn (all) thy attention.”
(Al-Insyirah-As-Syarh.)
Selasa, 16 Oktober 2012
Rabu, 10 Oktober 2012
ZIKRULLAH???
Sudah terlalu lama agaknya aku tidak mengirim apa-apa artikel buat anda semua. Sejak ada FACEBOOK ni, aku rasa semakin sibuk berchatting dengan keluarga FB. Macam-macam tajuk dan polemik yang aku cuba sampai kepada semua. Ada yang beri respon positif dan ada yang negatif tak kurang juga yang hanya berdiri atas pagar. NAMUN demikian, aku tetap tidak akan berputus asa walaupun ada yang faham atau pun tidak apa yang aku cuba sampaikan... kerja pun sedikit terbengkalai. Tetapi bukanlah alasan untuk meninggalkan terus kerja hakiki. Aku tetap melakukannya sepertimana yang telah ditakdirkan ALLAH untuk ku... Ahamdulillah.
Kali ini tiba-tiba pula aku terasa bersemangat pula setelah tinggalkan dunia BLOG buat sementara untuk meneruskan dakwah yang tertunggak selama ini. Tawajju’ pun aku dah lama tidak hadir begitu juga ziarah dan sebagainya, sejak beranak pinak ni, aku rasa masa amat mencemburui aku. Sehinggalah aku mendengar khabar bahawa BAPANDA MOGA BARITA RAJA MUHAMMAD SHUKUR Q.S. WALIQUTUB MUJADDID, telah kembali kepada Kekasihnya... ALLAH S.W.T. dan kini digantikan oleh anakandanya... AYAHANDA ALIF ABDUL MUTHALIB ARIFBILLAH Q.S. sebagai penerus Tareqah Naqsyabandiah al-Khalidiyah. Tetapi Alhamdulillah.... semuanya atas kehendak-Nya juga.
Anda tentu tahu ZIKIR itu apa. Dari segi pemahaman ringkas kita berdua tahu, ia bermaksud... ‘INGAT’. Kalau digabungkan dengan ALLAH.. maka jadilah ia ZIKRULLAH. Perkataan ini selalu kita dengar dari mulut ustaz-ustazah dan juga orang-orang yang pasti mahir tentang agama. Malah ALLAH sendiri merupakan pihak pertama yang mengatakan dalam firman-Nya...
"Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah dengan menyebut nama Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepadaNya di waktu pagi dan petang." (Al-Ahzab 41-42)
"Iaitu orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah hati akan menjadi tenteram." (Surah ar-Ra'd, ayat 28)
NABI MUHAMMAD S.A.W BERSABDA; "Mahukah aku beritahu kamu tentang amal yang paling bersih di sisi Tuhanmu dan paling tinggi mengangkat darjatmu, dan lebih baik bagimu dari berperang melawan musuh, kamu memenggal leher mereka dan mereka pun memenggal leher kamu?" Para Sahabat menjawab, "Khabarkan kepada kami." Rasulullah S.A.W. pun bersabda, "Zikir (ingat) kepada Allah". (HR Hadis At-Tirmizi dan Ibnu Majah).
NABI MUHAMMAD S.A.W BERSABDA; “Seafdal-afdal zikir ialah LAA ILAAHA ILLALLAH” “... sebaik-baik zikir ialah zikir dalam hati.”
Oleh itu, banyak amalan Rasulullah SAW diturnkan kepada para sahabat dan seterusnya kepada kita umatnya di akhir zaman. Antaranya, SUBHANALLAH 33 KALI, ALHAMDULILLAH 33 KALI DAN ALLAHUAKBAR 33 KALI.... dan, banyak lagi zikir seperti Asmaul-Husna yang boleh diamalkan...
Ketika Bapanda masih ada. Dia selalu mengamalkan zikir seperti kunyah nasi lama-lama baru dapat manisnya atau gulanya. Itulah amalan utama Bapanda ketika memimpin tareqah. Asasnya 5000 kali sehari wajib diamalkan tanpa tertinggal untuk mendapat manfaat yang hebat untuk pengamalnya. Begitu juga bila aku menyertai Tabligh dulu, ada zikir2 tertentu yang diamalkan. Namun, setelah aku mengetahui yang Tabligh itu hanyalah sekadar SYARIAT, dan Aliran Naqsyabandiah merupakann TAREQAH... maka aku tidak boleh tinggalkan salah satu darinya... aku ambil kedua-duanya.. sebab ISLAM itu terdiri dari 4 lapisan... SYARIAT, TAREQAT, HAKIKAT dan MAKRIFAT... BEGITULAH HAKIKATNYA ISLAM ITU... tinggal salah satu dari lapisan itu samalah seperti seperti buah yang memiliki lapisan-lapisan seperti Kulit (Syariat), Isi luar (Tareqat), Isi Dalam (Hakikat) dan Biji Benih (Makrifat)... tinggal salah satunya maka, tak sempurnalah Islam itu... bayangkan kalau buah tanpa ISI atau buah tanpa Kulit... siapa yangkan mahu makan buah tersebut???
Oleh itu, marilah sama-sama, amalkan zikir dan berguru dibawah bimbingan GURU MURSYID yang ditauliahkan oleh Allah SWT sendiri...
Rabu, 3 Oktober 2012
CINTA ALLAH ???
"TIDAK KU JADIKAN JIN DAN MANUSIA MELAINKAN UNTUK BERIBADAH KEPADA-KU"
Banyaklah hadis-hadis dan atsar-atsar yang berkisar tentang kecintaan kepada Allah Taala yang tidak terkumpul oleh mereka yang mengumpulkannya.Dengan itu, jelaslah hal kecintaan kepada Allah Taala itu. Yang kabur adalah untuk memastikan maknanya yang sebenar.
Kecintaan tidak akan terwujud kecuali setelah ma’rifah (kenal) dan idrak (tahu). Ini kerana manusia tidak akan mencintai sesuatu yang belum dikenali dan diketahuinya. Perasaan cinta timbul setelah manusia kenal dan tahu tentang sesuatu itu. Para sufi meletakkan ma’rifah (kenal) lebih tinggi daripada idrak (tahu).
Dalam usaha untuk mencintai Allah dengan sebenar-benar cinta, kita mestilah mengenal Allah terlebih dahulu dan seterusnya ‘faham’ akan Allah. Mereka yang sampai ke tingkat ini dinamakan ‘Arifbillah’ iaitu orang-orang yang kenal dan faham akan Allah. Malangnya manusia dari golongan ini sangat sedikit bilangannya Kebanyakan para alim ulama hari ini pun hanya berada di tingkat ‘Alimullah” iaitu orang-orang yang tahu akan Allah, namun tidak sampai ke peringkat kenal dan faham akan Allah.
Tersebut dalam kitab Zabur: “Siapakah yang lebih zalim, daripada orang yang beribadah kepada-Ku kerana syurga ataupun neraka? Kalaulah Aku tidak menciptakan syurga dan neraka, apakah Aku tidak berhak untuk ditaati?
Nabi Isa a.s. melewati suatu kaum yang kuat beribadah dan kurus-kurus badan mereka. Kata mereka, “ Kami takut akan neraka dan kami mengharap akan syurga.” Nabi Isa a.s. menjawab, “Yang kamu takuti itu ialah makhluk dan yang kamu harapkan itu juga makhluk.”
Nabi Isa a.s. melewati pula satu kumpulan lain yang sama keadaannya seperti kumpulan pertama tadi lalu kata mereka, “Kami menyembah-Nya kerana cinta kepada-Nya dan membesarkan-Nya kerana keagungan-Nya.” Jawab Nabi Isa a.s: “Kamulah wali-wali Allah (para aulia) yang sebenarnya. Aku telah disuruh untuk tinggal bersama-sama kamu.”
Kata Abu Hazim: “Aku malu untuk beribadah kepada-Nya kerana pahala dan siksa. Kalau aku berbuat demikian, aku tak ubah seperti hamba yang jahat. Kalau tidak takut, maka tidak bekerjalah. Atau seperti orang jahat yang diupah. Kalau tidak diberi upah, nescaya dia tidak bekerja.”
Kelazatan yang paling agung dan paling tinggi adalah mengenal Allah Taala dan memandang kepada wajah-Nya yang Maha Mulia. Tidak ada kelazatan lain yang lebih utama daripada kelazatan ini.
Apabila seseorang itu berjaya ditempatkan di syurga Allah, maka dia juga berpeluang melihat Allah pada waktu-waktu tertentu mengikut taraf dirinya di sisi Tuhan. Sesungguhnya kenikmatan memandang wajah Allah ketika di dalam syurga itu membuatkan kenikmatan dan kelazatan syurga seperti istana, taman-taman, bidadari, sungai madu, sungai arak dan sebagainya langsung tidak ada nilai. Dengan sebab itulah ibadah para sufi adalah bermatlamatkan ‘memandang wajah Allah’, bukannya setakat ingin masuk ke dalam syurga.
Lumrah alam, jika kita berazam untuk mendapat nombor satu di dalam perlumbaan, kalau tidak mendapat nombor satu pun sekurang-kurangnya kita akan mendapat tempat kedua atau ketiga. Tapi jika dari awal lagi kita sudah berazam untuk mendapat tempat ketiga, adalah mustahil untuk kita mendapat tempat pertama. Bahkan tempat ketiga pun belum tentu lagi.
Begitu jugalah halnya dengan alam akhirat. Apabila kita bermatlamatkan untuk ‘berada di hadapan Allah memandang wajah-Nya”, kalau tidak kesampaian pun sekurang-kurangnya kita akan mendapat syurga. Tapi kalau sedari awal lagi kita bermatlamatkan syurga sahaja, sudah tentulah kita tidak akan mendapatkan Tuhan. Bahkan boleh jadi terlepas pula syurga itu.
Sebahagian daripada para syeikh (guru agama) telah mimpi bertemu Bisyru bin Al Harts (seorang wali Allah yang masyhur) dan bertanya kepadanya: “Apakah yang sedang dibuat oleh Abu Nasar At Tammar dan Abdul Wahhab Al Warraq?” Jawab Bisyru Al Harts, “Aku tinggalkan kedua-duanya sesaat di hadapan Allah Taala, (mereka sedang) makan dan minum (di hadapan-Nya).”
“Engkau pula bagaimana?” Bisyru menjawab , “Allah Taala tahu yang kegemaran aku kepada makan dan minum adalah sangat sedikit. Oleh itu aku dibiarkan-Nya memandang kepada-Nya.”
Bisyr bin Al Harts lebih dikenali dengan nama Bisyr Al Hafi yang bermaksud Bisyr Si Kaki Ayam kerana dia tidak memakai sebarang alas kaki ataupun kasut ke mana saja dia pergi. Sebelum dipilih menjadi wali Allah,Bisyru merupakan seorang pemabuk.
Suatu hari, dalam keadaan mabuk dia telah terjumpa secarik kertas yang tertulis ‘Bismillahirrahmanirrahim’. Kertas itu diambilnya lalu direnjisnya dengan minyak wangi. Kemudian disimpannya di suatu tempat yang sesuai di rumahnya.
Pada malam itu Bisyr bermimpi mendengar satu suara yang berbunyi: “Kerana engkau telah mengharumkan nama-Ku, maka Aku pun akan mengharumkan nama-Mu. Kerana engkau telah menjaga nama-Ku, maka aku pun akan menjaga namamu.” (Mimpinya ini akhirnya menjadi kenyataan apabila namanya terus disebut-sebut oleh orang-orang soleh sehingalah ke zaman ini).
Bisyr tidak menghiraukan mimpinya itu kerana mimpi orang yang suka minum arak sepertinya mustahil benar seperti mimpi orang-orang soleh. Dengan itu dia meneruskan kehidupannya sebagai seorang yang suka berpoya-poya dan bermabuk-mabukan.
Suatu hari Bisyr mengadakan pesta di rumahnya. Tiba-tiba pintu diketuk orang. Pelayan Bisyr pun membukanya. Rupa-rupanya ada seorang lelaki yang tidak dikenali. Tanya lelaki itu: “Adakah tuan rumah ini seorang hamba?” Jawab si pelayan: “Tidak, sudah tentulah dia seorang yang merdeka.” Sambung lelaki itu lagi: “Katakan kepadanya, kalau dia seorang hamba, memang tidak patut dia berbuat seperti ini.”
Si pelayan pun memberitahu Bisyr akan kata-kata lelaki misteri itu kononnya Bisyr adalah seorang hamba. Bisyr amat terperanjat lalu terus mengejar lelaki tadi. Dia meminta lelaki itu mengulang balik kata-katanya. Barulah Bisyr sedar yang dia hanyalah seorang hamba, anak kepada seorang hamba dan berketurunan hamba iaitu ‘hamba kepada Allah Taala’. Ketika itu juga Bisyr menangis dan bertaubat.
Ketika dia bertaubat itu dia tidak memakai apa-apa alas kaki kerana begitu terburu-buru mengejar lelaki misteri tersebut.Dengan itu dia bersumpah untuk tidak akan memakai alas kaki atau pun kasut seumur hidupnya. Mengembaralah dia dengan berkaki ayam sahaja sehingga mendapat gelaran Bisyr Al Hafi.
Banyaklah karamah yang terjadi kepada diri Bisyr Al Hafi seperti pernah berjalan di atas air, bertemu Rasulullah dan Saidina Ali di dalam mimpi dan menjatuhkan perompak dengan punggungnya sahaja. Dengan sebab dia membiasakan diri berpuasa pada siang hari maka itulah Allah telah membenarkannya untuk memandang wajah Allah sentiasa berbanding dua orang soleh sebagaimana dalam mimpi di atas.
Ali bin Muwaffaq berkata: “Aku bermimpi seakan-akan masuk ke dalam syurga.Aku melihat seorang lelaki duduk pada suatu hidangan. Dua orang malaikat di kiri dan kanannya sedang menyuapkannya dengan semua makanan yang lazat-lazat. Dan orang itu terus makan. Aku melihat pula seorang lelaki yang berdiri di pintu syurga sedang memerhatikan wajah semua manusia. Sebahagian manusia dibenarkannya masuk dan sebahagian lagi ditolaknya.”
Ali bin Al Muwaffaq meneruskan ceritanya: “Kemudian aku melewati kedua orang lelaki tersebut menuju ke Hadhiratul Quds (suatu tempat di kanan ‘arasy). Aku lihat di khemah Al ‘arasy ada seorang lelaki memandang ke atas, melihat kepada Allah Taala, yang tidak berkerdip matanya. Lalu aku pun bertanya kepada malaikat Ridhuan, “Siapakah ini?”
Malaikat Ridhuan menjawab, “Ma’ruf Al Karkhi (seorang sufi besar). Dia beribadah kepada Allah bukan kerana takut kepada neraka-Nya dan tidak pula kerana rindu kepada syurga-Nya, tetapi kerana cinta kepada-Nya. Maka dia dibolehkan memandang kepada-Nya sampai Hari Qiamat.”
Abu Sulaiman berkata: “Siapa yang pada hari ini (ketika hidup) sibuk dengan urusan dirinya sendiri, maka dia itu esok (setelah mati) akan sibuk dengan dirinya sendiri. Siapa yang hari ini sibuk dengan Tuhannya, maka dia itu esok akan sibuk dengan Tuhannya.”
Sufyan As Tsauri pernah bertanya kepada Rabiah binti Ismail Al Adawiyah: “Apakah hakikat iman engkau?” Jawab Rabiah , “Aku tidak beribadah kepada-Nya kerana takut akan neraka-Nya dan tidak pula kerana cinta kepada syurga-Nya. Jika aku berbuat begitu, seolah-olah aku ini seorang jahat yang diberi upah. Akan tetapi aku beribadah kepada-Nya kerana cinta dan rindu kepada-Nya.
Abu Darda berkata kepada Ka’ab: “Terangkanlah kepadaku tentang ayat yang paling khusus dalam Taurat.” Ka’ab menjawab: “Allah Taala berfirman: “Lamalah sudah rindunya orang-orang baik untuk menemui-Ku. Dan sesungguhnya Aku lebih lagi tersangat rindu untuk menemui mereka.”
Ka’ab meneruskan katanya: “Dan tertulis di pinggir Taurat: “Siapa yang mencari Aku, nescaya dia akan mendapat Aku. Dan siapa yang mencari selain Aku, nescaya dia tidak akan mendapat Aku.”
Lalu Abu Darda berkata, “Aku naik saksi, sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah SAW berkata sedemikian.”
Dalam berita-berita Nabi Daud a.s., Allah Taala ada berfirman: “Wahai Daud! Sampaikanlah kepada penduduk bumi-Ku, bahawa Aku mencintai siapa yang mencintaiKu. (Aku) duduk dengan siapa yang duduk-duduk denganKu. Berjinakan dengan siapa yang berjinakan dengan mengingatiKu. Teman kepada siapa yang berteman denganKu. Memilih dengan siapa yang memilih Aku. Patuh dengan siapa yang mematuhiKu. Siapa yang mencari Aku dengan kebenaran, nescaya dia akan mendapat Aku. Dan siapa yang mencari selain daripadaKu, nescaya dia tidak akan mendapat Aku. Lemparkanlah wahai penduduk bumi, akan apa yang berada kamu di atasnya, daripada tipuannya. Marilah kepada kemulian-Ku, berteman dengan Aku dan duduk-duduk dengan Aku. Berjinak-jinaklah dengan Aku, nescaya Aku berjinak-jinak pula dengan kamu. Dan Aku bersegera mencintai kamu.”
Sebahagian salaf meriwayatkan bahawa Allah Taala ada menurunkan wahyu kepada sebahagian orang-orang as siddiqin: “Sesungguhnya aku mempunyai hamba-hamba daripada hamba-hamba-Ku, yang mencintai Aku dan Aku mencintai mereka. Mereka rindu kepada-Ku dan Aku (juga) rindu kepada mereka Mereka mengingati (berzikir) kepada-Ku dan Aku ingat kepada mereka.. Mereka memandang kepada-Ku dan Aku memandang kepada mereka. Maka kalau engkau ikuti jalan mereka, nescaya Aku cinta kepada engkau. Dan jikalau engkau berpaling daripada mereka, necsaya Aku kutuk akan dikau.”
Orang as siddiqin beratanya: “Wahai Tuhanku. Apakah tanda-tanda (untuk mengenali) mereka?” Allah Taala berfirman: “Mereka memelihara akan naungan di siang hari, sebagaimana penggembala yang kasih sayang memelihara kambingnya. Mereka rindu kepada terbenamnya matahari, sebagaimana rindunya burung kepada sarangnya di waktu matahari terbenam (senja).Apabila mereka diselubungi waktu malam, bercampur aduk kegelapan, dibentangkan (mereka) tikar, ditegakkan tempat tidur dan setiap kekasih bersunyi-sunyian dengan Kekasihnya. Nescaya mereka payah berdiri di atas tapak kaki mereka, (dan payah pula untuk) berbaring di atas muka mereka. Mereka bermunajah (berbicara) kepadaKu dengan firman-Ku, (mereka) bercumbu-cumbuan kepadaKu dengan kenikmatanKu.”
Sememangnya para sufi ternanti-nantikan waktu malam untuk duduk-duduk bersama KekasihYang akan Kekal Selamanya dengan mereka. Dikatakan Syeikh Abdul Wahid rah.a.tidak pernah tidur malam selama empat puluh tahun. Beliau mengerjakan solat Isya’ dan solat Subuh dengan wuduk yang sama. Ini terjadi juga kepada Raja Para Wali- Syeikh Abdul Qadir Jailani.
Diberitakan bahawa ada seorang alim yang pernah beribadah selama dua belas hari dengan satu wuduk sahaja. Dia juga khabarnya tidak pernah membaringkan dirinya di tempat tidur selama lima belas tahun.
Imam Ahmad bin Hanbal yang mengasaskan mazhab Hambali dikatakan bersolat sunat sebanyak 300 rakaat pada setiap malam. Said bin Al Musayyab menunaikan solat Subuh dengan wuduk solat Isya’ selama 50 tahun. Pendiri mazhab Hanafi pula iaitu Imam Abu Hanifah dikatakan menunaikan solat Subuh dengan wuduk solat Isya’ selama 40 tahun. bayangkanlah, selama berpuluh-puluh tahun mereka menghidupkan waktu malam dengan duduk-duduk bersama Kekasih. Hanya hamba yang sudah jatuh cinta kepada Tuhannya saja yang dapat melakukan sedemikan.
Nabi Daud pernah berkata: “Wahai Tuhanku. Tunjukkanlah kepadaku orang-orang yang mencintai Engkau.” Lalu Allah berfirman: “Hai Daud. Pergilah ke bukit Lebanon. Di sana ada empat belas orang manusia yang terdiri daripada para pemuda, ketua-ketua dan orang-orang tua. Apabila engkau sampai kepada mereka, sampaikanlah salamKu kepada mereka. Katakan kepada mereka yang TuhanMu menyampaikan salam kepadamu dan berfirman: “Apakah kamu tidak mahu meminta apa-apa hajat keperluan? Sesungguhnya kamu adalah kekasih-Ku, pilihan-Ku dan wali-wali-Ku. Aku gembira kerana kegembiraanmu dan aku bersegera kepada mencintaimu. Dan Aku memandang kepada kamu pada setiap saat, sebagaimana pandangan seorang ibu yang (penuh) kasih sayang dan lemah lembut.”
Maka Nabi Daud a.s. pun pergilah kepada mereka. Dilihatnya mereka sedang duduk berhampiran suatu mata air sedang bertafakur kepada kebesaran Allah Azza wa Jalla. Apabila mereka ternampak Nabi Daud, merekapun bangun untuk mengelakkan diri daripadanya.
Nabi Daud a.s. pun berkata: “Sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepada kamu. Aku datang untuk menyampaikan risalah Tuhanmu..” Mereka pun terus menghadapkan diri mereka ke arah Nabi Daud dan memberi perhatian kepadanya. Namun begitu kepala mereka tetap tunduk ke bumi.
Nabi Daud berkata lagi: “Sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu untuk menyampaikan salamNya kepada kamu”. Kemudian Nabi Daud pun menceritakan bagaimana firman Allah SWT kepada mereka. Maka mengalirlah air mata di pipi mereka. Ketua mereka berkata: “Subhanaka. Subhanaka (Maha Suci Engkau).” Seterusnya seorang demi seorang mereka meluahkan isi hati mereka kepada Allah SWT.
Maka Allah Taala menurunkan wahyu kepada Nabi Daud a.s. yang berbunyi: “Katakan kepada mereka, Aku sudah mendengar perkataan kamu dan aku perkenankan kamu.”
Nabi Daud lalu bertanya: “Wahai Tuhanku. Bagaimanakah mereka dapat memperolehi semua ini daripada Engkau?”
Tuhan berfirman: “Dengan berbaik sangka dan mencegah diri mereka daripada dunia dan penghuninya. (Mereka) bersunyi-sunyian dengan Aku dan bermunajah kepada Ku.”
Ahad, 30 September 2012
AL-BAQARAH 230-236
Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dia nikah dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikanya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk nikah kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui. (QS. 2:230)
Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu mereka mendekati akhir idahnya, maka rujukilah mereka dengan cara yang ma'ruf, atau ceraikanlah mereka dengan cara yang ma'ruf (pula). Janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi kemudharatan, karena dengan demikian kamu menganiaya mereka 145. Barangsiapa berbuat demikian, maka sungguh ia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Janganlah kamu jadikan hukum-hukum Allah permainan, dan ingatlah ni'mat Allah kepadamu yaitu Al-Kitab dan Al-Hikmah. Allah memberi pengajaran kepadamu dengan apa yang diturunkan-Nya itu. Dan bertaqwalah kepada Allah serta ketahuilah bahwasanya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. 2:231)
Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis iddahnya, maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka nikah lagi dengan bakal suaminya, apabila telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang ma'ruf. Itulah yang dinasehatkan kepada orang-orang yang beriman di antara kamu kepada Allah dan hari kemudian. Itu lebih baik bagimu dan lebih suci. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (QS. 2:232)
Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan pernyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu bila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertaqwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (QS. 2:233)
Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah habis masa 'iddahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat. (QS. 2:234)
Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu 148 dengan sindiran 149 atau kamu menyembunyikan (keinginan menikahi mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu mengadakan janji nikah dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang ma'ruf 150. Dan janganlah kamu ber'azam (bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis 'iddahnya. Dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam harimu; maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun. (QS. 2:235)
Tidak ada kewajiban membayar (mahar) atas kamu, jika kamu menceraikan isteri-isterimu sebelum kamu bercampur dengan mereka dan sebelum kamu menentukan maharnya. Dan hendaklah kamu berikan suatu mut'ah (pemberian) kepada mereka. Orang yang mampu menurut kemampuannya dan orang yang miskin menurut kemampuannya (pula), yaitu pemberian menurut yang patut. Yang demikian itu merupakan ketentuan bagi orang-orang yang berbuat kebajikan. (QS. 2:236)
Khamis, 20 September 2012
Rabu, 19 September 2012
SYIAH??? HARAM!!!
9 Kesesatan Syi’ah Imamiyah Menurut Syaikh Al Qardhawi
DR Yusuf Al Qardhawi dalam Fatawa Mu'ashirah, menjelaskan 9 perbezaan tajam antara Ahlus Sunnah yang sederhana dengan Syiah Imamiyah Itsna Asy'ariah / 12 Imam. Berikut ini fatwa beliau:
1. Sikap Syiah terhadap Al Qur `an.
Sikap mereka terhadap Al Qur `an seperti yang telah saya jelaskan berulang-ulang kali bahawa mereka tetap percaya dengan Al Qur` an yang kita hafal. Mereka berkeyakinan bahawa Al Qur `an adalah firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Mushaf yang dicetak di Iran dengan mushaf yang dicetak di Mekah, Madinah dan Kaherah adalah sama. Al Qur `an ini dihafal oleh anak-anak Iran di sekolah-sekolah agama (madrasah / sekolah pondok) di sana. Para ulama Iran juga memetik dalil-dalil Al-Qur `an di dalam masalah pokok-pokok dan furu di dalam ajaran Syi'ah yang telah ditafsirkan oleh para ulama mereka di dalam kitab-kitabnya. Namun masih tetap ada di antara mereka yang berkata, "Sesungguhnya Al Qur` an ini tidak lengkap. Kerana ada beberapa Surah dan ayat yang dihilangkan dan akan dibawa oleh Al Mahdi pada saat dia muncul dari persembunyiannya. "
Mungkin saja sebahagian besar ulama mereka tidak mempercayai hal ini. Malangnya mereka tidak mengkafirkan orang yang telah mengatakan hal di atas. Inilah sikap yang sangat berbeza dengan sikap Ahlu Sunnah, iaitu barangsiapa yang meyakini telah berlaku penambahan dan pengurangan terhadap Al Qur `an, maka dengan tidak ragu lagi, kami akan cap dia sebagai orang kafir.
Padahal keyakinan seperti ini terdapat di dalam kitab-kitab rujukan mereka, seperti Al Kaafiy yang setanding dengan kitab Shahih Al Bukhari bagi Ahlu Sunnah. Kitab ini telah dicetak dan diterjemahkan lalu didistribusikan ke seluruh dunia tanpa ada penjelasan apa-apa di dalamnya. Ada pepatah di masyarakat, "Orang yang diam terhadap kebatilan, sama dengan orang yang memperkatakannya."
2. Sikap Syiah terhadap As Sunnah
Definisi As Sunnah menurut Ahlu Sunnah adalah sunnah Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam yang telah dimaksum oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala dan Dia perintahkan umat Islam untuk mentaati beliau di samping taat kepada-Nya.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman, "Katakanlah," Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya kewajipan Rasul (Muhammad) itu hanyalah apa yang dibebankan kepadanya, dan kewajipan kamu hanyalah apa yang dibebankan kepadamu. Jika kamu taat kepadanya, nescaya kamu mendapat petunjuk, "(Surah An-Nur [24]: 54). "Dan taatlah kepada Rasul (Muhammad), agar kamu diberi rahmat," (Surah An-Nur [24]: 56). "Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kuasa) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeza pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), "(Surah An-Nisa [04]: 59). "Katakanlah (Muhammad)," Taatilah Allah dan Rasul. Jika kamu berpaling, ketahuilah bahawa Allah tidak menyukai orang-orang kafir, "(QS Ali Imran [03]: 32). "Barangsiapa mentaati Rasul (Muhammad), maka sesungguhnya dia telah taat kepada Allah. Dan sesiapa berpaling (dari ketaatan itu), maka (ketahuilah) Kami tidak mengutusmu (Muhammad) untuk menjadi penjaga mereka, "(Surah An-Nisa [04]: 80). "Dan tidaklah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut keinginannya. Tidak lain (Al-Quran itu) adalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya), "(Surah An-Najm [53]: 3-4) dan ayat-ayat yang lain.
Akan tetapi batasan As Sunnah menurut Syiah adalah sunnah Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam dan para imam mereka yang maksum. Maksudnya, sunnah merangkumi bukan hanya sunnah Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam melainkan juga sunnah kedua belas imam mereka. Imam mereka yang 12 orang tersebut wajib ditaati sebagaimana taat kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala dan Rasul-Nya yang dikuatkan dengan wahyu. Mereka telah menambah perintah Al Qur `an untuk taat kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala dan Rasul-Nya iaitu agar taat kepada makhluk yang Allah Subhanahu Wa Ta'ala sendiri tidak memerintahkannya. Lebih dari itu, kita mengkritik Syiah kerana telah meriwayatkan sunnah dari orang-orang yang tidak tsiqah (dipercayai) kerana tidak memenuhi unsur keadilan dan kesempurnaan hafalan.
Oleh kerana itu, kitab-kitab rujukan Ahlu Sunnah tidak diterima oleh mereka. Mereka tidak mahu menerima kitab Shahih Bukhari, Muslim dan Kutub Sittah yang lain, tidak mahu menerima kitab Al Muwatha, Musnad Ahmad dan kitab-kitab yang lain.
3. Sikap Syiah terhadap Para Sahabat
Pandangan negatif mereka terhadap para sahabat merupakan pokok dan dasar ajaran Syiah. Sikap mereka itu adalah keturunan dari pokok ajaran mereka yang meyakini bahawa, Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam telah berwasiat jika beliau wafat, maka Ali bin Abi Talib adalah pengganti beliau. Akan tetapi para sahabat menyembunyikan wasiat ini dan mereka merampas hak Ali ini secara zalim dan terang-terangan. Para sahabat telah berkhianat terhadap Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam yang menjadi wasilah mereka mendapatkan petunjuk dan mereka hidup di zaman beliau untuk menolongnya walaupun dengan nyawa dan segala yang mereka miliki.
Yang menghairankan, apakah mungkin para sahabat bersekongkol untuk melakukan hal ini, sementara Ali Radhiyallahu 'Anh-sang pemberani-hanya boleh diam sahaja tidak berani mengumumkan haknya ini. Justeru Ali malah ikut membaiat Abu Bakar, Umar dan kemudian Uthman. Ali tidak berkata kepada salah seorang dari mereka itu, "Sesungguhnya aku mempunyai wasiat dari Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa Sallam. Akan tetapi, mengapa kamu bersikap seolah-olah tidak tahu? Mengapa kamu hanya berbincang dengan enam orang sahaja dan kamu menyibukkan diri kamu sendiri? Siapakah orangnya yang harus memilih sedangkan umat Islam telah menetapkan hal ini dengan wasiat Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa Sallam? "Mengapa Ali tidak mahu menjelaskan hal ini? Kemudian, jika memang Al Hasan bin Ali benar-benar telah tercatat sebagai khalifah selepas Ali kerana ada wasiat Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa Sallam, tapi mengapa justru Al Hasan mengalah dan memberikan jawatan khalifah ini kepada Mu'awiyah? Mengapa Al Hasan melakukan hal ini, padahal ini merupakan perintah dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala? Dan mengapa justeru Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam di dalam hadisnya (hadis ramalan Rasulullah Shalallahu' Alaihi Wa Sallam) memuji sikap Al Hasan ini?
Soalan ini tidak boleh dijawab sama sekali oleh mereka.
Inilah tuduhan palsu mereka terhadap para sahabat yang tidak terbukti. Keterangan mereka ini sangat bertentangan dengan keterangan yang Allah Subhanahu Wa Ta'ala sebutkan di dalam beberapa Surah Al Qur `an. Seperti di akhir Surah Al Anfal, Surah At-Taubah, Surah Al Fath di pertengahan di akhirnya, Surah Al Hasyr dan Surah-Surah yang lain.
Demikian pula As Sunnah telah memuji para sahabat baik secara umum mahupun secara khusus. Juga zaman mereka itu dianggap sebagai sebaik-baik zaman setelah Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa Sallam.
Juga apa yang dicatat oleh sejarah tentang mereka. Mereka adalah orang-orang yang telah menghafal Al Qur `an dan dari mereka lah umat menukilnya. Mereka juga adalah orang-orang yang telah menukil As Sunnah dan menyampaikan apa yang mereka nukil dari Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam baik perkataan, perbuatan mahupun persetujuan beliau kepada umat ini.
Mereka juga adalah orang-orang yang telah melakukan futuh (pembebasan negeri lain dengan damai) dan membimbing umat ini menuju tauhid Allah Subhanahu Wa Ta'ala dan risalah Islam. Mereka juga telah mempersembahkan kepada bangsa-bangsa yang dibebaskannya contoh-contoh teladan Qur'an yang dijadikan sebagai panduan.
4.Imamah Ali dan Keturunannya yang Berjumlah 12 Imam Adalah Pokok Ajaran Syiah. Barangsiapa yang menolak, maka Dia dicap kafir.
Di antara masalah akidah Syiah Imamiyah Itsna 'Asyariyah yang bertentangan dengan Ahli Sunnah adalah, keyakinan Syi'ah bahawa kepimpinan Ali dan keturunannya dari garis Husein merupakan pokok-pokok keimanan, seperti beriman kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala, beriman kepada para malaikat -Nya, beriman kepada kitab-kitab-Nya, beriman kepada para rasul-Nya dan beriman kepada hari akhir. Tidak sah dan tidak akan diterima oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala iman seorang muslim, jika dia tidak beriman bahawa Ali adalah khalifah yang dilantik oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Demikian juga halnya dengan 11 imam keturunan Ali bin Abi Talib. Sesiapa yang berani menolak hal ini atau doubt, maka dia adalah kafir yang akan kekal di neraka. Seperti inilah riwayat-riwayat yang terkandung di dalam Al Kaafiy dan kitab-kitab lain yang mengupas masalah akidah mereka.
Atas dasar inilah, sebahagian besar kaum Syiah mengkafirkan Ahli Sunnah secara umum. Hal ini kerana akidah Ahlu Sunnah berbeza dengan akidah mereka (Syi'ah). Bahkan Ahlu Sunnah tidak mengiktiraf akidah seperti ini dan menganggap bahawa akidah ini adalah batil dan dusta atas nama Allah Subhanahu Wa Ta'ala dan Rasul-Nya.
Bahkan Syi'ah juga mengkafirkan para sahabat yang tidak mengakui imamah Ali Radhiyallahu 'Anh. Mereka juga mengkafirkan tiga orang khulafa rasyidin sebelum Ali iaitu Abu Bakar, Umar dan Uthman dan para sahabat lain yang menyokong ketiga orang khalifah ini. Kita ketahui bahawa semua para sahabat telah meridhai tiga khulafa rasyidin, termasuk Ali bin Abi Talib yang pada ketika itu Ali lah orang terakhir membaiat Abu Bakar. Kemudian Ali berkata, "Sesungguhnya kami tidak mengingkari keutamaan dan kedudukan anda wahai Abu Bakar. Akan tetapi kami dalam hal ini mempunyai hak kerana kami adalah kerabat (keluarga) Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa Sallam. "Akan tetapi Ali tidak menyebutkan bahawa Dia mempunyai nash wasiat dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala dan Rasul-Nya.
Sedangkan kami Ahlu Sunnah menganggap bahawa masalah imamah dan yang berkaitan dengannya termasuk ke dalam furu 'dan bukan termasuk pokok-pokok akidah Islam. Masalah ini lebih baik dikaji di dalam kitab-kitab fiqh dan muamalah dan bukan dikaji di dalam kitab-kitab akidah dan pokok-pokok agama. Walaupun dengan sangat terpaksa para ulama Ahlu Sunnah membicarakan masalah ini di dalam kitab-kitab akidah untuk membantah seluruh ajaran Syiah di dalam masalah ini.
Syaikh Muhammad 'Arfah, seorang anggota Lembaga Ulama Senior Al Azhar pada zamannya, telah menukil dari kitab-kitab akidah milik Syiah Imammiyah Itsna' Asyariyyah sebagai penguat apa yang kami ucapkan tentang mereka. Beliau berkata,
"Jika kita mahu mengkaji kitab-kitab akidah milik orang-orang Syiah, maka kita akan mendapati adanya kesesuaian atas riwayat-riwayat yang mereka sampaikan. Kita pun boleh langsung menukil ajaran mereka yang kita anggap sebagai ajaran yang sangat berbahaya iaitu masalah imamah, ajaran mengkafirkan para sahabat dan tiga orang khulafa rasyidin. Mereka terus mengkafirkan kaum muslimin sejak Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam wafat sampai hari ini. Hal ini disebabkan kaum muslimin tidak pernah mengakui imamah Ali dan 12 imam mereka. Hal ini seperti yang kami kutip dari penghulu ahli hadis Abi Ja'far Ash-Shaduq Muhammad bin Ali bin Husein bin Babawaih Al Qummi yang meninggal dunia pada tahun 381 Hijrah yang merupakan ahli hadis kedua dari tiga ahli hadis (Syiah) yang juga dia itu adalah pengarang kitab yang berjudul, "Man La Yahdhuruh Al Faqih", salah satu kitab dari empat kitab rujukan Syiah di dalam masalah pokok-pokok ajaran mereka. Dia berkata, "Kami berkeyakinan pada orang-orang yang menolak imamah Ali bin Abi Talib dan seluruh imam selepas beliau adalah seperti orang-orang yang menolak nubuwah (kenabian) para nabi. Kami juga berkeyakinan bahawa orang-orang yang mengakui imamah Ali dan menolak satu dari imam selepas Ali adalah seperti orang-orang yang mengakui / beriman kepada para nabi akan tetapi mereka menolak Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wa Sallam. "Dia juga berkata di dalam" Risalat al I'tiqadat ", bahwasanya Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda," Sesiapa yang menolak imamah Ali selepas aku (Rasulullah Shalallahu' Alaihi Wa Sallam), ertinya dia telah menolak kenabianku dan barangsiapa yang menolak kenabianku, ertinya dia telah menolak rububiyah Allah Subhanahu wa Ta'ala. "
Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam telah bersabda, "Wahai Ali, sesungguhnya kelak setelah aku wafat, engkau itu akan dizalimi. Barangsiapa yang menzhalimimu, sama dengan dia telah menzalimi aku; sesiapa yang bersikap adil terhadapmu, sama dengan dia telah bersikap adil terhadap aku, dan sesiapa yang menentang, sama dengan menolak aku. "
Imam Shadiq AS berkata, "Orang yang menolak imam terkini kami, sama dengan menolak imam pertama kami."
Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, "Para imam selepas aku ini ada berjumlah dua belas orang. Imam yang pertama adalah Amirul Mukminin Ali bin Abi Talib AS, dan imam yang terakhir adalah Al Mahdi. Mematuhi kehendak mereka sama dengan mentaati aku dan bermaksiat kepada mereka sama dengan bermaksiat kepada aku. Barangsiapa yang menolak salah seorang dari mereka, sama dengan menolak aku. "Imam Shadiq berkata," Sesiapa yang meragukan tentang kekufuran musuh-musuh kami dan sikap zalim mereka terhadap kami, maka dia dianggap telah kafir. "[1]
5. Dakwaan Wasiat dari Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam untuk Ali
Dakwaan adanya wasiat dari Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam untuk Ali menjadi khalifah selepas beliau meninggal dunia-seperti keyakinan syiah-sungguh telah merampas hak kaum Muslimin untuk memilih pemimpin dari kalangan mereka sendiri. Itulah wujud pengamalan terhadap perintah musyawarah yang telah dijadikan oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala sebagai ciri khas kaum muslimin, "Sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka," (QS Asy Syura [42]: 38).
Seolah-olah dengan adanya wasiat itu, umat Islam mundur selamanya, sehingga Allah Subhanahu Wa Ta'ala harus menentukan siapa orangnya yang berhak mengurus dan memimpin umat Islam. Juga diharuskan orang yang memimpin umat Islam ini datang dari rumah tertentu dan dari keturunan tertentu dari keluarga rumah ini. Padahal semua manusia adalah sama. Yang jelas bahawa yang berhak memimpin umat Islam adalah orang yang diterima (diredhai) oleh umat Islam dan dia mampu untuk memikul amanah ini dan menakhodai umat ini.
Saya yakin jika Negara Islam yang dipersepsikan oleh Ahlu Sunnah adalah bentuk Negara Islam ideal yang telah digambarkan oleh Al Qur `an dan As Sunnah yang sahih. Iaitu sangat sesuai dengan yang diinginkan oleh masyarakat dunia pada saat ini bahawa rakyat berhak menentukan nasibnya sendiri, tidak menganut teori negara teokrasi atau sebuah sistem yang mana negara dikuasai oleh pemerintahan berasaskan agama (tertentu) atas nama Kerajaan Langit yang membelenggu leher masyarakat dan hati nurani mereka . Semua lapisan masyarakat tidak kuasa atas diri mereka sendiri kecuali harus mengatakan, "Kami mendengar dan kami taat!"
Keyakinan Syi'ah ini dibantah oleh takdir Allah, di mana Imam yang ke-12 mereka sedang bersembunyi, seperti yang mereka yakini. Akhirnya, umat manusia ditinggalkan tanpa imam maksum lebih dari 11 abad. Bagaimana mungkin Allah Subhanahu Wa Ta'ala akan membiarkan umat manusia tanpa imam yang akan membimbing mereka? Ternyata mereka (orang-orang Syiah) berkata, "Kami masih mempunyai Al Qur` an dan As Sunnahuntuk membimbing kami "ketahuilah, justeru kami (Ahli Sunnah) sejak dahulu sudah mengatakan hal ini.
6. Penguasaan Kumpulan Tertentu atas Seluruh Umat Manusia
Keyakinan orang-orang Syiah dibina atas dasar rasa penguasaan (merasa yang lebih) dari seluruh makhluk Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Mereka merasa mempunyai kurnia yang sangat besar jika dilihat dari penciptaannya. Mereka ini berhak untuk mengatur orang lain walaupun mereka tidak memilihnya. Hal ini kerana telah menjadi keputusan langit.
Pemikiran seperti ini sangat bertentangan dengan ajaran Islam secara umum. Hal ini disebabkan seluruh manusia adalah sama seperti deretan sisir. Hanya ada satu Tuhan bagi seluruh umat manusia dan mempunyai nenek moyang yang sama iaitu Adam 'Alaihis Salam. Mereka semua diciptakan dari bahan yang sama, iaitu sperma. Oleh kerana itu, tidak ada rasa superioriti seorang manusia atas manusia yang lain kecuali dengan taqwanya. Hal ini seperti yang telah dijelaskan di dalam Al Quran, "Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti, "(QS Al Hujurat [49]: 13).
Sesungguhnya manusia itu diutamakan atas yang lain hanya kerana amal perbuatan, dan bukan kerana faktor keturunan. Sebab siapa yang amalnya lambat, maka titisannya tidak akan mempercepatkan langkahnya meraih redha-Nya. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman, "Apabila sangkakala ditiup, maka tidak ada lagi pertalian keluarga di antara mereka pada hari itu (hari Kiamat), dan tidak (pula) mereka saling bertanya," (Surah Al Mu `minun [23]: 101). Kemudian Allah Subhanahu Wa Ta'ala menyebutkan bahawa yang akan menghukum umat manusia di hari Kiamat adalah Al Mizan yang tidak akan menzalimi seorang pun. Manusia lah yang memilih para pemimpin dalam rangka musyawarah. Manusia berbaiah kepada para pemimpin dengan syarat jangan melanggar batasan-batasan Allah Subhanahu Wa Ta'ala dan hak-hak manusia.
Hanya Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam saja satu-satunya orang yang dipilih oleh wahyu, "Allah lebih mengetahui di mana Dia menempatkan tugas kerasulan-Nya," (Surah Al An'am [06]: 124). Selain beliau, hanya manusia biasa dan tidak dipilih oleh wahyu.
Kemudian kenyataan sejarah menunjukkan bahawa orang-orang yang mengaku berhak menduduki sebuah jabatan kerajaan atas dasar nas (Al Qur `an / As Sunnah), ternyata mereka itu tidak menduduki jawatan apa-apa. Justeru mereka hidup seperti manusia pada umumnya (rakyat biasa), mendapatkan persamaan di dalam undang-undang. Kecuali Ali bin Abi Talib yang dibaiat oleh kaum Muslimin menjadi khalifah. Kerana jika dilihat dari sisi keilmuan, beberapa imam 'maksum' keturunan Ali tidak dikenali sebagai orang yang unggul kecerdasannya dan layak menjadi imam. Namun ada sebahagian dari keturunan Ali termasuk ke dalam tokoh besar di bidang fiqh, seperti Muhammad Al Baqir dan Ja'far Ash-Shadiq seperti imam-imam fiqh yang lain.
7. Penyebaran Bid'ah di Kalangan Syiah
Di antara yang harus diperhatikan dari Syi'ah iaitu berlakunya penyebaran bid'ah yang mengandung kemusyrikan di kalangan para pengikut Syiah. Mereka menyembah kubur dan laman-laman web para imam dan syaikh mereka. Mereka berani bersujud ke kuburan, meminta pertolongan kepada ahli kubur dan berdoa meminta kebaikan untuk para peziarahnya dan supaya terbebas dari segala macam marabahaya. Menurut mereka bahawa para ahli kubur tersebut boleh mendatangkan manfaat dan bahaya, boleh membuat miskin dan kaya seseorang dan boleh membuat seseorang senang mahupun sengsara.
Saya (Syaikh Yusuf Al Qardhawi) pernah melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana para penziarah kubur Imam Ridha bersujud sambil merangkak ke arah kuburan beliau dari jarak sepuluh meteran. Tentu hal ini boleh terjadi kerana kerelaan dan anjuran dari para ulama Syiah.
Hal ini berbeza dengan perilaku orang-orang awam Ahlu Sunnah pada saat mereka melakukan ziarah ke kuburan para wali dan Ahlul Bait yang kedapatan berkelakuan menyimpang dan bid'ah. Akan tetapi, perilaku ini ditolak keras oleh para ulama Ahlu Sunnah. Inilah perbezaan yang mendasar antara kami (para ulama Ahlu Sunnah) dengan mereka (para ulama Syiah). Iaitu para ulama Ahlu Sunnah mengecam perilaku mungkar yang dilakukan oleh orang-orang awam. Bahkan ada sebahagian para ulama Ahlu Sunnah yang mengkafirkan perilaku orang-orang awam ini. Akan tetapi perilaku mungkar dan syirik yang dilakukan oleh orang-orang awam Syiah adalah diredhai dan mendapat sokongan dari para ulama mereka.
8. Syi'ah Melakukan Distorsi Sejarah
Sesungguhnya Syi'ah telah memburuk-burukkan para sahabat, tabiin, dan para pengikut mereka. Juga mereka berani mengubah alur sejarah umat Islam sejak zaman yang paling baik (zaman Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam dan para sahabatnya dan generasi selepas ini). Iaitu zaman terjadinyafutuh (pembebasan negeri dengan cara damai) dan kemenangan gilang gemilang serta berbondong-bondongnya umat manusia masuk Islam. Juga terbangunnya kebudayaan yang merujuk kepada ilmu pengetahuan, iman dan akhlak juga umat Islam ini mempunyai sejarah yang sangat gemilang. Sekarang umat Islam cuba untuk bangkit kembali dengan cara berkaca kepada sejarahnya, menyambungkan masa sekarang dengan zaman dahulu. Menjadikan kemuliaan para pendahulu umat Islam sebagai figur untuk menggalakkan generasi muda kini untuk maju dan jaya.
Sedangkan sejarah orang-orang Syiah dipenuhi dengan kegelapan. Inilah yang mendorong saya untuk menulis sebuah buku berjudul, "Tarikhuna Al Muftara 'Alayhi"-Sejarah Kita yang diselewengkan-. Buku ini mengupas sejarah yang benar dan membantah semua tuduhan busuk orang-orang Syiah. Buku saya ini membuat orang-orang Syi'ah gerah. Kemudian salah seorang Syi'ah menulis sebuah buku membantah buku saya ini. Dia berkata, "Yusuf Al Qardhawi ini Wakil Allah Subhanahu Wa Ta'ala atau Wakil Bani Umayyah?" [2]
9. ajaran Taqiyyah
Di antara ajaran Syiah yang berkaitan dengan akhlak adalah menjadikan Taqiyyah sebagai dasar dan pokok ajaran di dalam berinteraksi dengan orang lain. Mereka selalu melakukan Taqiyyah, iaitu menampakkan sesuatu yang berbeza dengan yang ada di dalam hati. Mereka itu mempunyai dua wajah. Wajah yang pertama dihadapkan ke sekumpulan orang dan wajah yang lain dihadapkan ke kelompok yang satunya lagi. Mereka juga mempunyai dua lidah.
Mereka berdalih dengan firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala, "Janganlah orang-orang beriman menjadikan orang kafir sebagai pemimpin, melainkan orang-orang beriman. Barangsiapa berbuat demikian, nescaya dia tidak akan memperoleh apa pun dari Allah, kecuali kerana (siasat) menjaga diri dari sesuatu yang kamu takuti dari mereka, "(QS Ali Imran [03]: 28). Akan tetapi, dengan sangat jelas ayat menerangkan bahawa dibolehkannya Taqiyyah adalah pada saat kecemasan yang memaksa seorang muslim harus melakukan hal ini (Taqiyyah) kerana takut dibunuh atau ada bahaya besar yang mengancamnya. Keadaan seperti ini masuk ke dalam pengecualian, seperti firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala, "Barangsiapa yang kafir kepada Allah setelah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman," (Surah An-Nahl [16]: 106).
Pengecualian ini tidak boleh dijadikan sebagai acuan di dalam bermuamalah. Hal ini (Taqiyyah) boleh dilakukan pada saat kecemasan, yang mana keadaan darurat boleh menghalalkan sesuatu yang terlarang. Akan tetapi tetap perlu dihitung secara cermat. Bagi orang lain yang tidak terpaksa, tidak boleh melakukan hal ini. Kerana sesuatu yang terjadi atas dasar pengecualian tidak boleh dikiaskan.
Akan tetapi Syiah Imamiyah menjadikan Taqiyyah ini sebagai asas di dalam muamalah mereka kerana para imam mereka membenarkan hal tersebut. Dari Ja'far As Shadiq bahawa dia telah berkata "Taqiyyah adalah agamaku dan agama leluhurku." Ibnu Taimiyyah berkata mengulas ucapan ini, "Allah Subhanahu Wa Ta'ala telah menyucikan Ahlul Bait dari hal ini dan mereka tidak memerlukan Taqiyyah. Kerana mereka adalah orang-orang yang paling jujur dan paling beriman. Oleh kerana itu, agama mereka adalah Taqwa dan bukan Taqiyyah. "[3]
__________________________________
[1] Padahal semua ini adalah hadis-hadis palsu yang dibuat oleh mereka sendiri.
[2] Buku ini ditulis oleh seorang Syi'ah asal Mesir yang bernama Dr. Ahmad Rasim An Nafis.
[3] Lihat kitab Al Muntaqa min Minhajil I'tidal, karya Imam Adz Dzahabi hal. 68
Langgan:
Catatan (Atom)